Disnaker Ajak Perusahaan-Serikat Pekerja Evaluasi Hubungan Industrial di NTB
KORANNTB.com – Sebagai wujud nyata untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang produktif, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB bekerja sama dengan Direktorat Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Ditjen PHI dan Jamsostek Kemnaker RI melaksanakan kegiatan Evaluasi Penilaian Hubungan Industrial di Hotel Jayakarta Senggigi, Kamis, 28 November 2024.
Kegiatan ini bertujuan untuk memetakan kondisi hubungan industrial, baik secara makro maupun mikro, di lingkungan perusahaan dan akan dikompilasi menjadi data nasional untuk mendukung sistem peringatan dini (early warning system). Kegiatan ini diikuti oleh 35 peserta dari unsur tripartit, yaitu mediator hubungan industrial dari dinas tenaga kerja, perwakilan manajemen perusahaan, dan perwakilan pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh.
Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial yang diwakili oleh Koordinator Bidang Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial, Fritz Simon Saortua, dalam sambutan pembukaannya menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha dalam menghadapi tantangan hubungan industrial, seperti perselisihan hak, PHK, dan tuntutan kesejahteraan.
Data menunjukkan selama Januari – Oktober 2024 tercatat 211 kasus mogok kerja melibatkan 28.197 tenaga kerja dengan 225.576 jam kerja yang hilang. Selain itu, terdapat 5.653 kasus perselisihan hubungan industrial, di mana 67% didominasi oleh kasus pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebagai langkah antisipasi, aplikasi digital Penilaian Hubungan Industrial dikembangkan untuk memetakan kondisi hubungan industrial perusahaan. Aplikasi ini bukan hal baru. Sebelumnya sudah diluncurkan pada 2016, namun sempat terhenti akibat pandemi COVID-19 dan kini dikembangkan kembali dengan berbagai pembaruan.
Fritz menjelaskan bahwa data yang terkumpul akan diklasifikasikan dalam tiga kategori: merah (kondisi tidak aman, hubungan industrial rawan konflik), kuning (kondisi kurang aman), dan hijau (kondisi aman, hubungan industrial harmonis).
“Dari 1.700 data perusahaan yang masuk, hanya 200 perusahaan yang masuk kategori hijau, sementara 70% masih berada di kategori merah,” ujarnya.
Fritz juga menyoroti bahwa data dari NTB belum masuk ke dalam aplikasi. Oleh karena itu, ia berharap melalui kegiatan ini, perwakilan perusahaan di NTB dapat berkontribusi dengan mengisi aplikasi penilaian. Dengan pendekatan ini, hubungan industrial diharapkan beralih dari sekadar menyelesaikan konflik menjadi upaya pencegahan.
“Kami mengajak seluruh perwakilan perusahaan untuk memanfaatkan aplikasi ini. Dengan informasi yang terkumpul, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan harmonis,” pungkas Fritz.