KORANNTB.com – Terdakwa kasus persetubuhan dan pencabulan IWAS alias Agus Disabilitas mengeluhkan fasilitas yang kurang lengkap untuk disabilitas di Rutan.

Pengacara Agus, Ainuddin, mengatakan kondisi Rutan tempat Agus ditahan tidak sesuai dengan apa yang diberitakan selama ini. Blok tempat Agus ditahan diduga dicampur hingga tidak ada pendamping profesional.

“Berdasarkan apa yang dirasakan Agus tidak sesuai yang diberitakan. Bahwa kamar bersih, blok khusus disabilitas ternyata dicampur, tidak ada pendamping profesional juga,” ujarnya.

Rutan tersebut kata Ainuddin tidak memiliki pendamping profesional untuk membantu keseharian Agus. Hanya tahanan pendamping (Tamping) yang ditugaskan membantu pegawai Lapas.

“Tidak ada pendamping profesional. Ternyata tamping semacam narapidana tapi diperbantukan,” ujarnya.

Pada video Agus yang beredar, dia mengeritisi fasilitas Rutan.

“Saya kecewa sama KDD… Kecewa sekali… Sakit hati saya,” ujar Agus.

Ketua Komite Disabilitas Daerah (KDD) Joko Jumadi mengatakan kewenangan menyediakan pendamping itu bukan dari KDD melainkan dari Lapas. Begitu juga dengan fasilitas lainnya. KDD hanya memperjuangkan agar hak-hak disabilitas selama berada di Lapas terpenuhi.

“Kewenangan pendamping itu disiapkan oleh Lapas. Enggak mungkin dari kita menyiapkan pendamping di sana. Waktu kita ke Lapas kita pastikan kesiapan itu, bagaimana ruangnya, ada sel khusus untuk lansia dan disabilitas,” katanya.

Joko menegaskan KDD hanya memberikan akses secara hukum untuk terpenuhi hak-hak disabilitas. Namun untuk fasilitas menjadi kewenangan dan tanggungjawab pihak Lapas.

“Itu kewenangan dari Lapas, KDD tidak bisa masuk ke situ. Kita hanya memberikan akses secara hukum. Kebutuhannya apa, sejauh mungkin bisa dipenuhi agar dipenuhi,” ujarnya.

Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unram, Joko Jumadi
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unram, Joko Jumadi

Agus sebelumnya pada sidang perdana kemarin mengajukan permohonan pengalihan menjadi tahanan rumah. Joko menilai itu merupakan hak terdakwa.

“Itu hak-hak terdakwa. Kenapa dulu kita meminta tahanan rumah waktu Agus mau ditahan di Polda, karena di Polda tidak siap aksesibilitas dan pendamping. Ketika kemudian tahanan Rutan kita menyampaikan itu menjadi upaya terakhir,” ujar Joko.

“Syarat (tahanan Rutan) ada aksesibilitasnya dan pendamping. Aksesibilitas dan pendamping menurut Lapas ada. (Pendamping ada) karena memiliki pengalaman menangani orang sakit,” katanya.

Joko mengingatkan kenyamanan fasilitas Rutan jangan dipikir seperti berada di rumah atau hotel.

“Jangan berpikir kemudian pendamping ini seperti seorang perawat di rumah sakit. Soal kenyamanan fasilitas jangan disamakan kayak di rumah atau hotel,” katanya.