KORANNTB.com – Sebanyak empat pejabat Pemprov NTB diusulkan menjadi komisaris non-independen pada sejumlah BUMD di NTB. Hal ini mendapat respon negatif dari publik. Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, melarang pejabat aktif menjadi komisaris.

Meskipun mendapat penolakan publik, termasuk DPRD NTB, Pemprov memberi bantahan bahwa pejabat aktif dapat menjadi komisaris.

Asisten II Setda NTB, Fathul Gani, mengatakan penetapan pejabat aktif sebagai komisaris sebagai salah satu langkah untuk melakukan kontrol terhadap BUMD.

Dia mengatakan penetapan pejabat aktif sebagai komisaris, berangkat dari rekomendasi langsung Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Irjen Kemendagri). Dalam rekomendasi tersebut, Inspektorat Jenderal Kemendagri meminta pemerintah segera menempatkan pejabat aktif di posisi komisaris non independen. Pun demikian dalam PP 54, dia mengatakan dibolehkan.

“Semua orang boleh mengkritik, tetapi harus memahami duduk permasalahan. Ada ketentuan yang mengatur pengisian jabatan komisaris yang kosong. Sesuai PP 54, posisi ini bisa diisi oleh pejabat atau ASN yang tidak bersinggungan langsung dengan pelayanan publik,” ujar Gani.

Menanggapi itu, Tim Hukum 99 Iqbal-Dinda, Apriadi Abdi Negara mengatakan pernyataan Fathul Gani terkesan seperti menciptakan gerbong baru di pemerintahan.

“Secara politis seharusnya Fathul Gani tidak perlu memberikan klarifikasi kepada publik. Hal ini justru akan menimbulkan kesan kalau Pak Fathul Gani sedang membuat gerbong baru di birokrasi, padahal gubernur terpilih (Lalu Muhammad Iqbal) menyampaikan belum memikirkan hal yang berkaitan dengan pengisian struktur BUMD, beliau fokus terhadap evaluasi pengelolaan dengan melibatkan auditor (BPK),” katanya, Senin, 18 Februari 2025.

Dia mengingatkan agar Fathul Gani tidak menciptakan matahari kembar dalam birokrasi.

“Artinya jangan ada kesan jika Fathul Gani sedang ini menciptakan matahari kembar dalam birokrasi di Pemerintahan Provinsi NTB kedua secara subtansi dan hukum ada kesan hukum yang disampaikan oleh Fathul Gani terkait dengan adanya larangan pengisian pengawas dan komisaris yang berasal dari pejabat pemerintah yang tidak bertugas dalam pelayanan publik sbagaimana ketentuan pasal 36 ayat (2) PP 54/2017,” ujarnya.

“Di mana katagori pejabat pelayanan publik menurut Fathul Gani adalah pejabat yang mengurus sektor pendidikan dan rumah sakit. Padahal di dalam UU 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dan UU ASN No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menjelaskan beberapa katagori pelayanan publik, yang tidak hanya terbatas pada dua sektor yg disebutkan beliau melainkan sektor sektor lainnya yakni di sektor jasa, barang dan administrasi dan bahkan secera spesifik disebutkan di salam pada 5 ayat (2) UU Pelayanan Publik,” tambahnya.

Dia meminta agar Fathul Gani menghormati transisi kepemimpinan di NTB saat ini, terlebih lagi gubernur baru akan segera dilantik.

“Untuk itu kami sekedar mengingatkan ke Pak Fathul Gani, Mohon bersabar hormati dong gubernur dan wakil gubernur terpilih jangan terkesan ingin kapling kapling jabatan dan hal ini tentu kurang elok,” kata dia.

Sebelumnya sejumlah nama diusulakan menjadi komisaris. Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi sebagai Komisaris Non Independen PT Bank NTB Syariah.

Kemudian, Asisten II Setda Provinsi NTB, Fathul Gani sebagai Komisaris Non Independen PT. BPR NTB. Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB, Wirajaya Kusuma sebagai Komisaris Non Independen PT. Jamkrida NTB Syariah.

Terakhir, Pejabat Fungsional Madya BUMD/BLUD pada Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB, Ahaddi Bohari sebagai Komisaris Non Independen PT. GNE.