Pro-Kontra Asas Dominus Litis: Ditentang dan Didukung
KORANNTB.com – Penerapan Asas Dominus Litis dalam RUU KUHAP menjadi pro-kontra. Beberapa hari belakangan ini ramai sekali diskusi dan simposium di banyak kampus di Indonesia untuk menolak Asas Dominus Litis diberlakukan dalam KUHAP yang saat ini sedang digodok.
Asas tersebut dinilai menjadikan kejaksaan superpower dan melemahkan KPK dan juga Polri dalam menangani perkara. Kejaksaan dapat memutuskan dilanjutkan atau tidak sebuah perkara meskipun masih dalam proses penyidikan.
Apa itu Dominus Litis?
Sebagai informasi, Dominus Litis adalah kewenangan jaksa dalam mengendali perkara dan menentukan apakah perkara tersebut dapat dilanjutkan atau tidak ke pengadilan.
Dalam KUHAP penerapan asas tersebut tidak diatur secara gamblang. Padahal negara-negara maju di dunia sudah secara kongkrit menerapkan asas tersebut. Namun dalam Herziene Indonesisch Reglement (HIR) fungsi kejaksaan sebagai Dominus Litis (Pengusa Perkara) sangat jelas. HIR menjadikan jaksa sebagai koordinator penyidikan sekaligus memiliki kewenangan melakukan penyidikan sendiri (coordinator investigationis). Jaksa dalam HIR menjadi instansi kunci keseluruhan proses hukum pidana.
Seiring waktu dicabutnya HIR dan digantikan KUHAP membuat kewenangan jaksa dibatasi. Kewenangan mutlak penyidikan ada di kepolisian. Sementara jaksa hanya sebatas penuntut. Deligitimasi kewenangan jaksa terletak pada Pasal 110 dan 138 KUHAP yang membagi tugas penyidikan dan penuntutan antara kepolisian dan kejaksaan.
Kini dalam KUHAP, peran jaksa sebagai Dominus Litis kembali diperkuat.
Ditentang dan Didukung
Banyak penentangan Asas Dominus Litis berlaku kembali. Mulai dari mahasiswa hingga akademisi banyak yang menolak. Salah satunya di NTB.
Wakil Rektor III UNU NTB Irpan Suriadiata menyebutkan asas Dominus Litis dapat memperkuat dominasi kejaksaan dalam proses hukum.
“Tanpa pengawasan yang ketat, bisa mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan. Sistem peradilan harus bersifat independen, bukan menjadi alat politik,” ujar Irpan.
Di sisi lain, praktisi hukum UIN Mataram, M. Riadhussyah menjelaskan dari perspektif hukum pidana, asas ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan substantif.
“Kewenangan tunggal jaksa dalam menentukan kelanjutan perkara pidana harus diawasi untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang bisa merugikan masyarakat,” tegas M. Riadhussyah.
Dominus Litis dapat disebut lahir dari banyaknya kritikan yang muncul terhadap penegakan hukum oleh kepolisian. Banyak sekali tagar yang mengeritik kepolisian di media sosial seperti #PercumaLaporPolisi #PercumaAdaPolisi, #NoViralNoJustice, #SatuHariSatuOknum hingga #SatpamBCA sebagai bentuk kritikan masyarakat terhadap kepolisian dalam berbagai kasus.
Saat Dwifungsi ABRI memisahkan TNI dan Polri tidak dibarengi dengan reformasi birokrasi dalam tubuh Polri. Sehingga memunculkan banyak masalah yang menuai kritikan tajam masyarakat, terutama dalam penanganan sebuah perkara.
Akademisi Universitas Mataram, Joko Jumadi memandang Asas Dominus Litis dibutuhkan untuk mengontrol kewenangan penyidikan kepolisian. Selama ini kata Joko, jaksa hanya dapat mengawasi perkara yang telah dilimpahkan. Namun jaksa tidak dapat berbuat apa-apa jika perkara tersebut dihentikan kepolisian saat penyidikan. Sementara dalam proses penyidikan tersebut menjadi kewenangan mutlak kepolisian menentukan dihentikan atau tidaknya sebuah perkara. Transparansi saat proses penyidikan sangat minim.
“Sehingga Dominus Litis perlu untuk mengontrol penyidikan di kepolisian. Polisi tidak lagi secara subjektif memiliki kewenangan menghentikan perkara,” ujarnya, Rabu, 19 Februari 2025.
“Sehingga ada kontrol perkara sejak awal di kepolisian,” kata dia.
Sementara dengan hadirnya Dominus Litis penyidikan dapat dilakukan dengan transparan. Pun jika perkara yang dihentikan kejaksaan, dalam RUU KUHAP dapat diuji di pengadilan. Sehingga publik dapat secara transparan mengetahui perkara yang dihentikan disertai alasan-alasan hukum yang dapat diterima.
Jika asas tersebut diterapkan, penyidikan sebatas pembantu jaksa dalam penanganan sebuah proses perkara.