KORANNTB.com – Forum Rakyat NTB menggelar hearing ke Poltekkes Kemenkes Mataram guna mempertanyakan kejelasan proyek Pembangunan Gedung Layanan Pendidikan dan Laboratorium Terpadu yang hingga kini terbengkalai tanpa kejelasan. Dengan pagu anggaran sebesar Rp70 miliar, proyek ini seharusnya berjalan sesuai jadwal, namun berdasarkan keterangan aktivis, progres pembangunan tidak jelas.

Forum Rakyat NTB mencurigai adanya indikasi korupsi di balik proyek tersebut.

Ketua Forum Rakyat NTB, Hendrawan Saputra menegaskan bahwa proyek ini harus diaudit secara menyeluruh.

“Kami tidak ingin proyek ini menjadi ajang bancakan oknum-oknum tertentu. Uang rakyat Rp70 miliar harus dipertanggungjawabkan! Jika ada indikasi permainan kotor dalam hal ini praktik KKN, maka harus di bawa ke ranah hukum,” tegasnya.

Ketua Forum Rakyat NTB Korwil Lombok Barat, Aldi juga menyoroti minimnya transparansi dalam proyek ini.

“Mengapa proyek sebesar ini molor tanpa alasan yang jelas? Apakah ada kongkalikong antara pihak kampus dan kontraktor? Jika tidak ada transparansi, kami akan melaporkan masalah ini ke KPK untuk dilakukan audit forensik!” ujarnya.

Sekretaris Forum Rakyat NTB Korwil Lombok Barat, Nurdin mengingatkan agar proyek ini tidak bernasib seperti kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) tahun 2017, yang merugikan negara miliaran rupiah.

“Jangan sampai proyek ini menjadi sejarah hitam Poltekkes Mataram yang baru. Jika tidak ada kejelasan, maka kami akan menempuh jalur hukum dan menuntut pertanggungjawaban pihak terkait!” katanya.

Ebit Anggota Forum Rakyat NTB menegaskan bahwa jika tidak ada jawaban yang memuaskan dari pihak Poltekkes, maka aksi lanjutan akan dilakukan.

“Jika Poltekkes dan kontraktor tetap bungkam, kami siap turun ke jalan untuk menuntut kejelasan! Jangan biarkan proyek ini menjadi ajang bancakan segelintir orang!” ujarnya.

Saat dikonfirmasi, Direktur Poltekkes Mataram, Dr. dr. Yopi Harwinanda Ardesa justru menyerahkan urusan audit kepada Inspektorat atau BPK.

“Kami serahkan semuanya ke Inspektorat atau BPK untuk melakukan pemeriksaan,” ujarnya singkat.

Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek ini justru enggan memberikan komentar terkait keterlambatan proyek.

Dalam tuntutannya, aktivis meminta dilakukan audit menyeluruh oleh BPK atau KPK untuk memastikan tidak ada penyimpangan anggaran. Kontraktor bertanggung jawab atas keterlambatan dan menjelaskan kendala yang terjadi. Kemudian, jika ditemukan indikasi korupsi, segera proses hukum pihak-pihak terkait.

Dimintai keterangan melalui pesan instan, Dr. dr. Yopi Harwinanda Ardesa tidak merespon atau belum menjawab pertanyaan media hingga berita ini diturunkan.