Polisi Diminta Segera Tangkap Bos Debt Collector Penganiaya Warga di Lombok
KORANNTB.com – Kasus tindak pidana penganiayaan yang dialami Bukran Efendi di Sunset Land, Mataram, pada 13 November 2024, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti. Meski telah berstatus penyidikan, pihak kepolisian dinilai lamban dalam menindaklanjuti kasus tersebut. Para pelaku diduga merupakan debt collector atau penagih utang.
Kuasa hukum korban, Dr. Irpan Suryadiata, menyampaikan protes keras kepada kepolisian atas lambannya proses penyidikan. Ia bahkan berencana melayangkan surat protes kepada Kapolri karena merasa laporan korban tidak diusut dengan serius.
“Kami sudah menghubungi Kapolda NTB melalui WhatsApp, tetapi rupanya tidak dijadikan atensi. Penyidik beralasan kesulitan memanggil saksi, padahal ini alasan yang tidak masuk akal. Jika kasus sudah berstatus penyidikan, seharusnya saksi bisa dijemput paksa,” ujar Irpan.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula ketika korban Bukran Efendi menghadiri rapat koordinasi di Hotel Golden Place, Mataram. Usai rapat, ia diajak oleh Rina, istri terlapor Subandi, untuk mencari makanan bersama dua temannya. Mereka kemudian menuju Sunset Land, Jl. Lingkar Selatan, Mataram.
Namun, setibanya di lokasi, Subandi dan empat orang temannya langsung menyerang korban. Korban dipukul menggunakan tangan mengepal, siku, serta ditendang berkali-kali. Tidak hanya itu, korban bahkan dibawa paksa ke kantor debt collector PT. LNI tempat Subandi bekerja di Desa Mantang, Lombok Tengah, dan kembali dianiaya di sana. Akibat kejadian itu, korban mengalami luka lebam dan luka sobek di beberapa bagian tubuhnya.
Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Mataram.
Menurut kuasa hukum korban, penyidik mengaku kesulitan memanggil saksi karena mereka tidak mau hadir. Namun, Irpan menilai alasan tersebut tidak dapat diterima.
“Jika saksi tidak hadir, polisi punya kewenangan untuk menjemput paksa. Tapi, ini justru tidak dilakukan. Selain itu, penyidik berdalih kasus sudah diserahkan ke buser untuk mencari pelaku, sementara mereka hanya menunggu di kantor. Saat kami tanya siapa busernya, penyidik tidak mau menjawab,” tegasnya.
Lebih lanjut, Irpan mengungkapkan bahwa penyidik sempat menyatakan terlapor berada di NTT, padahal faktanya terlapor ada di Lombok Tengah dan bahkan telah ditemui oleh pihak korban. Namun, saat informasi keberadaan terlapor disampaikan ke penyidik, tidak ada tindakan yang dilakukan.
Melihat ketidaktegasan aparat kepolisian dalam menangani kasus ini, kuasa hukum korban akan memberikan batas waktu beberapa hari ke depan. Jika tetap tidak ada perkembangan, mereka akan melayangkan surat protes resmi kepada Kapolri dan mempertimbangkan untuk melakukan aksi protes melalui demonstrasi maupun pemberitaan di media massa.
“Intinya, kami menyampaikan mosi tidak percaya kepada penyidik kepolisian yang menangani perkara ini. Jika dalam waktu dekat tidak ada progres, kami siap mengambil langkah lebih lanjut,” ujarnya.
Sedang Diburu
Kasatreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili mengatakan empat orang pelaku penganiyaan tersebut sudah naik sidik (penyidikan). Polisi juga sudah mengeluarkan surat panggilan pertama dan kedua.
Selain itu surat membawa alias penangkapan juga sudah diterbitkan.
“Sudah proses sudah naik sidik kita juga sudah mengirim surat panggilan pertama dan panggilan kedua terkait dengan terlapor empat orang itu. Saya juga sudah terbitkan surat perintah membawa,” ujarnya.
Dia membantah bahwa empat pelaku kebal hukum. Proses hukum akan tetap berlanjut.
“Kami butuh waktu untuk mencari empat orang tersebut tidak ada yang kebal hukum tetap kami proses,” ujarnya.
Regi mengatakan polisi saat ini tengah di lapangan untuk memburu empat pelaku.
“Mohon waktu opsnal kami, tim tangkap kami sedang di lapangan sedang mencari empat orang ini. Mudah-mudahan jika masyarakat melihat atau mendengar di mana empat orang ini tolong kasi tahu kami, kami akan melaksanakan surat perintah membawa (penangkapan) tersebut,” ujarnya.