Pasien Hamil Keguguran, Dikes NTB Akui Kekurangan Dokter Spesialis
KORANNTB.com – Insiden pasien hamil di Kota Bima keguguran karena lama penanganan medis akibat dokter kandungan kompak cuti libur, menjadi bukti bahwa pelayanan kesehatan di NTB belum sepenuhnya memadai.
Hal ini diakui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr Hamzi Fikri. Dia mengatakan ada gap antara rasio kebutuhan dokter dan jumlah penduduk. Gap tersebut terutama pada dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) atau dikenal dokter kandungan.
“Jadi atensi bersama dan evaluasi dalam mengurangi gap antara rasio kebutuhan dan jumlah penduduk terutama SDM dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 5 April 2025.
Hamzi menjelaskan ideal rasio kebutuhan dokter Obgyn 0,02 per 1.000 penduduk.
“Penduduk Kota Bima sekitar 164.000 jiwa memerlukan dokter Obgin sekitar 3-4 orang,” ujarnya.
Sementara di Kabupaten Bima dengan jumlah penduduk 540.000 jiwa membutuhkan dokter kandungan 9 sampai 10 orang atau tiga kali lipat dari Kota Bima.
“Di tengah kondisi belum ideal antara rasio dokter dan jumlah penduduk, perlu atensi yang lebih dalam tentunya pengaturan SDM/dokter yang bertugas di internal RS dalam memberi kan layanan maksimal terutama saat libur panjang seperti saat ini,” kata dia.
Ini menjadi atensi pihaknya untuk segera melakukan pembenahan untuk menekan ketimpangan rasio jumlah dokter kandungan yang ada di NTB.
“Setiap kejadian tentu nya menjadi pembelajaran terbaik dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan yang diikhtiarkan secara terus menerus dan berkesinambungan (continuum of care),” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur RSUD Kota Bima dr Fathurrahman mengaku memang rumah sakit tersebut kekurangan dokter spesialis. Khusus untuk dokter spesialis kandungan hanya ada dua dokter.
“Di RSUD Kota ada dua dokter kandungan. Satu PNS Kota Bima dan satu kontrak dari RSUD Bima. Memang spesialis masih kurang,” kata dia.
Dua Kasus
Insiden pasien hamil keguguran di Kota Bima berawal dari Pasien hamil berinisial 4 (40 tahun) awalnya mengalami pendarahan usia kehamilannya menginjak dua bulan. Awalnya, Rabu 2 April 2024 malam, A mengalami sakit di perut bagian bawah. Sesaat kemudian, bercak darah keluar saat buang air seni.
Ditemani suami Pasien, Haris, A dilarikan ke IGD Puskemas Paruga Kelurahan Dara Kota Bima Pukul 23.00 Wita. Hasil pemeriksaan petugas jaga, pasien alami pendarahan ringan.
Pasien hanya ditangani dua perawat jaga IGD. Dokter umum hanya melakukan pemeriksaan luar, tanpa berani memberikan tindakan.
“Untuk bisa dapat tindakan, harus dilakukan USG. Tapi petugas masih libur. Kami diminta datang lagi tanggal 8 April,” ujar Haris menirukan keterangan perawat.
Pihak Puskesmas tidak berani merekomendasikan obat, karena obat harus dari rekomendasi dokter kandungan.
“Setidaknya kami bisa dapat kepastian kalau dilarikan ke RSUD Kota, ada dokter kandungan,” ujarnya.

Tapi kabar yang didapat, dokter kandungan sedang cuti. Dikabarkan ada empat dokter kandungan yang bertugas di Kota Bima. Namun semuanya izin. Mulai dari izin cuti, izin sakit, hingga izin ibadah keagamaan.
Puncaknya Jumat 4 April 2025 sekitar Pukul 01.10 Wita, A mengalami pendarahan dan bahkan lebih banyak dari sebelumnya.
Akhirnya A dilarikan ke RS Kota Bima, dengan harapan dapat penanganan lebih.
“Sesuai perkiraan sebelumnya, petugas piket bilang, ndak ada dokter kandungan. Akhirnya ditangani petugas medis yang siaga,” katanya.
Begitu mendapat penanganan medis, didapati gumpalan daging keluar bersamaan dengan pendarahan pasien.
Menurut petugas medis, gumpalan daging berair itu adalah janin yang sel selnya tidak aktif lagi.
“Istri saya dinyatakan keguguran,” katanya.
Petugas medis RSUD Kota Bima menyarankan untuk USG ke dokter kandungan yang diperkirakan akan masuk Jumat sore. Tujuannya untuk memastikan tindakan lanjutan untuk mencegah terjadi pendarahan lanjutan.
Atas kejadian ini, Haris mengaku tidak menyalahkan pihak mana pun. Dokter kandungan yang terbatas, harus ada solusi dari pihak Rumah Sakit maupun Pemkot Bima.
“Kejadian ini jangan sampai terulang. Jangan ada lagi ibu ibu hamil lainnya jadi korban karena dokter libur, sakit dan cuti. Pelayanan medis yang maksimal adalah hak dasar,” kata dia.
Sebagai informasi, kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Bima baru-baru ini. Pasien hamil bernama Nuraida, (23), warga Desa Ncera, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima terpaksa dirujuk ke Sumbawa yang jaraknya 250 kilometer akibat dokter kanduangan di Bima kompak cuti bersama. Dia harus menempuh waktu 5 jam 30 menit menggunakan kendaraan darat untuk sampai ke RS di Sumbawa.
Pengalaman traumatis itu diunggahnya melalui media sosial.
“Saya barusan keliling ke semua RS yang ada di Kota Bima (baik via telepon maupun mendatanginya secara langsung) semua jawabannya sama. Lembo ade (sabar) pak, dokter spesialis kandungan sedang cuti,” kata Zakiyah dalam unggahannya.
Dia mengungkapkan kekesalannya karena jumlah dokter spesialis kandungan yang ada di seluruh rumah sakit pemerintah dan swasta di Bima sangat terbatas.
“Atau kalau stoknya lebih dari satu orang, lalu kenapa tidak diatur waktu cutinya sehingga paling tidak ada yang harus disiagakan untuk mengantipasi kondisi pasien gawat dan darurat,” ujarnya.