KORANNTB.com – Sejarah Lombok tidak hanya terkenal dengan epos kepahlawanan kaum pria. Banyak peran perempuan secara historis yang memiliki nilai-nilai perjuangan yang patut untuk dijadikan referensi sejarah.

Dialah Baiq Rumita, sang pelopor pergerakan kaum perempuan Sasak. Sang pendobrak dogma dan membawa perempuan Sasak lebih memiliki peradaban yang maju, khususnya di bidang pendidikan.

Disadur dari Buku ‘Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat’ yang merupakan proyek penelitian dan pencatatan kebudayan daerah Departemen P dan K (kini Kemendikbudristek) tahun 1978/1979.

Pada abad ke 20 di Lombok kaum perempuan begitu ketat mengalami pingitan. Aktivitas mereka dibatasi seketat-ketatnya. Urusan perempuan hanya sebatas di dapur. Perempuan yang keluar tanpa didampingi orangtua atau suami akan dianggap sebagai aib masyarakat.

Bahkan, untuk mengakses pendidikan bagi kaum perempuan di Lombok sangat sulit sekali. Orang-orang tentu saja yang dapat mengakses pendidikan, itupun kadang tidak sampai tamat.

Hanya perempuan dengan keluarga terpandang yang mendapat akses pendidikan. Itupun hanya sampai kelas III. Itu dialami perempuan hampir di banyak daerah di Indonesia. Bahkan puteri sulung Sultan Bima mendapat pendidikan di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) yaitu sekolah dasar berbahasa Belanda untuk penduduk pribumi. Namun setelah tamat, justru kembali dalam pingitan.

Adat istiadat begitu sangat tabu jika wanita mendapat pendidikan atau posisi seperti pria.

Begitu pun  yang dialami Baiq Rumita, seorang gadis desa anak dari Kepala Distrik Rarang yang ‘terpenjara’ kondisi saat itu.

Sebenarnya Pemerintah Belanda berupaya untuk mendobrak tradisi kolot tersebut dengan mendirikan Meisjesschool pada tahun 1921 di Bima. Namun itu tidak berperan besar, karena sakleknya adat-istiadat saat itu.

Namun beruntung bagi Baiq Rumita setelah menikah dengan dr. R. Sujono (Soedjono). Perlahan berkat bimbingan sang suami, perempuan yang terlihat buta huruf pada masa itu bisa menjadi maju asalkan diberikan kesempatan yang sama dengan pria.

Dengan cepat Baiq Rumita dapat maju secara intelektual dan pola pikir, bahkan melampaui pria pada masa itu. Dari sang suami, Baiq Rumita mempelajari tulis menulis dan bahasa Belanda. Hingga perkembangannya jauh lebih maju, bahkan dari pria.

Pergaulan dan pengetahuan Baiq Rumita pun semakin maju setelah pindah bersama sang suami ke Madiun. Saat itu dr Sujuno memimpin golongan Sapuq Puteq di Jawa. Itu dimanfaatkan Baiq Rumita untuk terus belajar.

Pergaulannya semakin luas dengan para istri priyayi dan ambtenar (pegawai negeri) Belanda di Jawa. Perlahan pemahaman kolot akibat dibelenggu tradisi yang saklek mulai hilang.

Bahkan, Baiq Rumita belajar senam dan renang. Dia sukses menyabet juara 1 renang yang diselenggarakan untuk seluruh Jawa pada tahun 1937. Kesuksesan tersebut membuat mata masyarakat Lombok terbuka. Perempuan yang dipandang dulunya hanya berurusan di dapur pada nyata bisa melampaui pria atau sekedar setara dengan pria.

Sebaliknya dari Jawa, banyak anak-anak dan perempuan di Lombok yang disekolahkan oleh Baiq Rumita. Impian sucinya dapat membuat generasi Sasak menjadi maju seperti dirinya atau melampauinya. Bahkan tidak sedikit yang menjadi pelopor pergerakan wanita dewasa nanti, seperti Nyonya Salamah Sahak dan Nyonya Salamah Suyatim.

Baiq Rumita dan suaminya tinggal dan menetap di sebuah pesanggrahan (peristirahatan/penginapan) yang dibangun di Tetebatu Lombok Timur hingga akhir hayatnya pada 1969.

Berkat dirinya juga kini dapat ditemui banyak sekali penginapan di Desa Tetebatu Lombok Timur, yang kini mulai dibanjiri turis mancanegara.

Baiq Rumita adalah Kartini Sasak. Dedikasinya kepada masyarakat Sasak untuk bebas dari belenggu kebodohan sangat besar.

Sebagai informasi, sang suami dr Sujono merupakan seorang dokter. Pada 1912 dia membuka praktik pribadi di Selong. Tempat praktik tersebut menjadi cikal bakal Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong saat ini.