Lilin Keadilan untuk Brigadir Nurhadi
KORANNTB.com – Brigadir Muhammad Nurhadi ditemukan tewas di salah satu hotel di Gili Trawangan, Lombok Utara. Tubuhnya ditemukan di dasar kolam renang pribadi sebuah kamar hotel pada Rabu, 16 April 2025.
Dua nama polisi yang ikut di hotel tersebut adalah Kompol I Made Yogi Porusa Utama dan IPDA Haris Chandra. Mereka merupakan Anggota Propam Polda NTB dan Made Yogi merupakan Kasubbid Paminal Polda NTB.
Kuburan korban telah dibongkar atau ekshumasi pada 1 Mei lalu setelah pihak keluarga setuju untuk dilakukan autopsi. Hasil autopsi disebut akan keluar setelah dua pekan pasca ekshumasi. Namun telah lewat dua pekan, pihak kepolisian belum mengungkap hasilnya.
Pengacara Publik LKBH FH UMMAT, Yan Mangandar Putra mengaku heran, mengapa hingga sejauh ini Polda NTB belum juga terbuka terkait perkembangan penyelidikan dalam kasus tersebut.
“Kini jadi pertanyaan besar di masyarakat, kenapa Polda NTB begitu takut untuk membuka secara jujur dan transparan kepada masyarakat luas terkait perkembangan penyelidikan kasus kematian tidak wajar Brigadir MN, Ada apa?” katanya.
Dia juga mempertanyakan, bagaimana hasil autopsi yang telah diterima Polda. Apakah pihak keluarga korban telah diberikan? Dengan diamnya pihak kepolisian, semakin membuat masyarakat bertanya-tanya, ada apa di tubuh institusi kepolisian itu.

“Jangan membiarkan kasus ini berlarut tanpa kepastian dan membuka peluang adanya pihak tidak bertanggungjawab melakukan upaya rekayasa kasus dengan penghilangan alat bukti dan barang bukti untuk menutupi fakta dan pelaku yang sebenarnya,” ujarnya.
Yan menaruh curiga atas kematian korban, di mana sebelum berangkat bersama atasannya, korban terlihat sehat dan baik-baik saja, namun pulangnya telah menjadi mayat.
Belum lagi alibi awal yang beredar dinilai menciderai akal sehat publik. Bagaimana seorang polisi disebut tewas tenggelam, padahal syarat menjadi seorang polisi harus mampu berenang. Fakta lainnya, kolam renang yang menjadi lokasi korban ditemukan berukuran dangkal. Itu kontras dengan ukuran tubuh korban yang tinggi.
“Korban disebut tenggelam di kolam renang hotel mewah hanya sedalam 1,2 meter lebih rendah dibandingkan tinggi korban 1,6 meter, tentu sulit diterima akal sehat korban tewas karena tenggelam,” ujarnya.
Selain itu kata Yan, hal janggal lainnya korban ditemukan di kolam renang sore hari sekitar jam 5 sore namun dibawa ke klinik menggunakan Cidomo sekitar jam 10 malam dan ada beberapa luka lebam di wajah korban.
Serupa Kasus Linda
Yan mengingatkan kasus kematian seorang mahasiswi Fakultas Hukum Unram bernama Linda pada 2020 lalu. Saat itu Linda ditemukan tewas tergantung. Publik hampir sepakat bahwa kematiannya murni gantung diri.
Namun, melihat banyak kejanggalan di TKP, makam Linda dibongkar dan dilakukan autopsi. Terungkap bahwa Linda menjadi korban pembunuhan kekasihnya yang merupakan anak seorang polisi.
Yan saat itu sebagai kuasa hukum keluarga korban mengungkapkan ada dua kecurigaan soal kematian Linda. Pertama: Pembunuhan, mungkin awalnya cek-cok karena ada perbedaan pendapat korban dengan pelaku lalu pelaku melakukan kekerasan ke korban hingga korban tak berdaya kemudian mengambil tali yang kebetulan ada disebelahnya untuk menggantung korban dengan kehendak agar korban tewas.
Kedua: Pembunuhan berencana, sejak awal pelaku sudah punya niat membunuh korban dengan mengajak korban ke rumahnya lalu melakukan kekerasan, setelah korban tidak berdaya pelaku tetap merasa tidak puas korban masih hidup karena menghendaki dari awal korban harus tewas lalu mencari tali dan setelah dapat tali tersebut digunakan untuk menggantung korban.
“Selanjutnya pelaku berupaya menutup kebenaranya dengan merekayasa seolah korban Almh LNS meninggal karena bunuh diri dengan cara gantung diri,” ujarnya.
Setelah dilakukan ekshumasi dan pemeriksaan oleh dokter forensik terhadap korban, diketahui bahwa korban meninggal karena dibunuh dengan cara lebih dulu pelaku melakukan kekerasanbaru kemudian korban digantung.
“Sehingga analisa kami terbukti, dibunuh!”
Yan menduga kasus Brigadir Nurhadi dan Linda tidak berbeda jauh. Namun memiliki persamaan, pihak kepolisian sama-sama enggan berbicara.
Yan berharap desakan publik terhadap Polda NTB untuk bersikap transparan menjadi “lilin keadilan” bagi almarhum Brigadir Nurhadi.
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat yang dihubungi soal hasil autopsi, hingga saat ini belum menanggapi pertanyaan media.