KORANNTB.com – Pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTB pada triwulan I tahun 2025 mengalami kontraksi sedalam 1,47 persen (y-on-y). Bahkan NTB berada pada urutan paling bawah dan hanya berada di atas Papua Tengah yang berada pada posisi terakhir dengan kontraksi -25,53 persen (y-on-y).

Dilansir dari Badan Pusat dan Statistik (BPS) NTB, dari sisi produksi, kontraksi terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 30,14 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami kontraksi terdalam sebesar 41,05 persen.

Ekonomi NTB triwulan I-2025 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sedalam 2,32 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, kontraksi terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 18,93 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami kontraksi terdalam sebesar 21,99 persen.

Perekonomian NTB berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Triwulan I-2025 mencapai Rp 43,95 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 26,11 triliun.

Sebelumnya, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal penurunan pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi di NTB.

“Semua daerah itu rata-rata terjadi (penurunan pertumbuhan ekonomi), karena situasi ekonomi globalnya mempengaruhi itu,” katanya.

Ancaman menanti jika kuartal berikutnya NTB kembali minus. Dengan demikian secara teknikal NTB masuk dalam jurang resesi. Ini menjadi tantangan agar triwulan berikutnya pertumbuhan ekonomi NTB membaik.

Kepala BPS NTB, Wahyudin menyebut penyebab kontraksi tersebut dikarenakan ekspor tambang yang terhenti.

“Terakhir ekspor tambang terjadi November lalu. Sejak itu berhenti total,” ujarnya.

Meski demikian, tanpa menghitung sektor tambang NTB seharusnya tumbuh 5,57 persen secara tahunan jika ditopang oleh sektor pertanian dan perdagangan. Tambang bukan menjadi satu alasan NTB mengalami kontraksi.