Komnas Perempuan Kunjungi Kemenag NTB Sinergi Hentikan Kekerasan Seksual
KORANNTB.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengunjungi Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 27/05/2025, didampingi oleh Kepala Bidang Pendidikan Keagamaan Islam (PAKIS), Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam (BIMAS ISLAM) dan ada pendampingan tim Investigasi dan Komisioner, untuk mencakup laporan kekerasan seksual yang terjadi di beberapa pondok pesantren dan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Kedatangan tim Komnas Perempuan ini menandai keseriusan pemerintah dalam menangani masalah yang semakin mempengaruhi hal ini.
Berbagai kasus kekerasan seksual, mulai dari berpikir hingga licik, telah dilaporkan terjadi di lingkungan pendidikan agama di Nusa Tenggara Barat. Korban-korban, yang sebagian besar merupakan santriwati dan mahasiswi, mengalami trauma mendalam akibat tindakan keji tersebut.
Komnas Perempuan berjanji untuk memberikan pendampingan hukum dan psikososial kepada para korban, serta mendorong proses hukum yang adil dan transparan.
Dalam kunjungannya, Komnas Perempuan Maria Ulfa, Ketua Komnas Perempuan akan melakukan pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mereka juga berencana melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap akar permasalahan dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Maria Ulfa menekankan pentingnya peran semua pihak dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual. Pendidikan seksi yang komprehensif, penegakan hukum yang tegas, serta perubahan budaya yang mendukung kesetaraan gender menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi perempuan dari kekerasan. Mereka berharap kasus-kasus di NTB ini menjadi momentum untuk memperkuat komitmen bersama dalam memberantas kekerasan seksual di Indonesia Khususnya di NTB.” Ujar Maria ulfa.”
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dengan tegas menyatakan bahwa kekerasan seksual dalam bentuk apa pun tidak boleh dimaafkan. Sikap ini disampaikan sebagai respon terhadap berbagai kasus kekerasan seksual yang terus terjadi, menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum dan perlindungan bagi korban.
“Kekerasan seksual adalah tindakan biadab yang tak termaafkan!” tegas Maria ulfa, suaranya terdengar menahan amarah. “Tidak ada ampun bagi para pelaku. Hukuman seumur hidup adalah hal minimum yang pantas mereka terima. Mereka telah menghancurkan hidup korban, mencuri martabat, dan meninggalkan luka yang tak akan pernah sembuh. Keadilan harus ditegakkan, dan hukuman yang setimpal harus diberikan agar tragedi ini tak terulang lagi. Kita semua harus bersatu untuk melindungi perempuan dan anak-anak kita dari kejahatan mengerikan ini.”tegasnya”.
Ia juga berharap kepada kanwil Kemenag NTB, Karena pondok pesantren berada di bawah izin Kementerian Agama (Kemenag), maka Kemenag NTB harus memberikan sanksi tegas terhadap pondok pesantren yang terbukti terlibat dalam kasus kekerasan seksual. Tidak ada toleransi terhadap tindakan biadab tersebut. Sanksi tegas ini penting untuk memberikan efek jera dan memastikan perlindungan bagi santri. Kemenag NTB perlu menunjukkan komitmen yang kuat dalam menegakkan hukum dan melindungi keselamatan para santri. Baik dengan mencabut ijin dan sebagainya. “Pengungkapannya.”
Kementerian Pihak Agama Nusa Tenggara Barat Plh. H. Fathurrahman menyatakan dukungan penuh terhadap upaya Komnas Perempuan dan berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan agama, dan akan memperkuat program pencegahan kekerasan seksual di seluruh lembaga pendidikan di bawah perlindungannya.
Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Kepala Bidang Pakis H. m Ali Fikri. menyatakan tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut izin operasional pesantren atau memberikan sanksi terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di beberapa lembaga pendidikan agama di wilayah Nusa Tenggara Barat. Kemenag NTB hanya bertugas membuat berita acara pelaporan atas kejadian yang terjadi di pesantren dan meneruskannya ke Kementerian Agama RI di Jakarta. Seluruh masyarakat untuk mengamati laporan dan mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk pencabutan izin operasional, berada di tangan Kemenag pusat.”tandasnya.”
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengawasan dan penindakan terhadap kasus kekerasan seksual di pesantren di NTB. Dengan kewenangan yang terbatas di tingkat provinsi, proses penyelidikan dan pemberian sanksi terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan seksual di pesantren terkesan lamban dan kurang tegas. Publik menuntut transparansi dan langkah konkret dalam menangani kasus ini dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Kunjungan Komnas Perempuan ini diharapkan dapat memberikan harapan baru bagi para korban dan mendorong terciptanya lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual di NTB dan seluruh Indonesia.
Kehadiran Komnas Ham Perempuan Maria diharapkan dapat memperkuat sinergi antara Komnas Perempuan, Kementerian Agama, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam upaya penanganan isu-isu perempuan.