KORANNTB.com – Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, menyampaikan kritik keras terhadap dugaan praktik tarif parkir tidak wajar di Bandara Internasional Lombok. Ia menilai persoalan ini bukan sekadar keluhan biasa dari masyarakat, melainkan telah masuk ranah pidana dan harus diusut secara tuntas.

“Ini bukan lagi soal keluhan biasa. Sudah ada bukti nyata dan diberitakan media. Karena itu saya mendorong Angkasa Pura I sebagai pengelola Bandara Lombok untuk segera melakukan audit terhadap pengelola parkir di Bandara Lombok,” katanya, Sabtu, 28 Juni 2025.

“Ingat, pengelolaan parkir ini diserahkan ke pihak ketiga. Kalau terbukti melakukan kecurangan, harus segera ditindak,” ujarnya.

Politikus yang juga mantan Ketua DPD KNPI NTB itu menilai kasus ini sangat serius dan berpotensi merugikan banyak pihak. Ia menekankan bahwa jika kejadian tersebut dialami lebih dari satu konsumen, sangat mungkin ada banyak korban lain yang belum menyadari kerugiannya.

“Kalau satu dua orang saja sudah bisa sampai ratusan ribu rupiah, bayangkan kalau ini terjadi ke puluhan atau ratusan pengguna jasa lainnya. Ini sangat berbahaya. Saya tegaskan, ini masuk ranah kriminal dan harus dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH),” ujarnya.

Hamdan mendesak agar kontrak dengan pihak ketiga pengelola parkir dievaluasi secara menyeluruh. Ia bahkan menyarankan agar pengelolaan parkir diserahkan kepada pelaku usaha lokal yang dinilai lebih transparan dan bertanggung jawab.

“Kalau sudah terbukti seperti ini, terang benderang. Jangan dipertahankan lagi. Ganti saja dengan pengusaha lokal kalau bisa. Kita juga harus beri ruang bagi pengusaha daerah yang jelas-jelas bisa lebih dikontrol,” tandasnya.

Ia juga mengimbau masyarakat yang pernah mengalami kejadian serupa untuk tidak ragu melapor.

“Silakan laporkan ke Ombudsman, ke polisi. Jangan diam. Kalau tidak ditindak hari ini, bisa jadi setiap hari ada korban baru yang dirugikan. Ini harus segera dihentikan.”

Kasus ini mencuat setelah Ahmad Yani, warga Lombok Barat, membagikan pengalamannya yang harus membayar tarif parkir sebesar Rp360 ribu meski hanya memarkir kendaraan kurang dari satu jam di Bandara Lombok.

Peristiwa tersebut terjadi pada Jumat malam (28/6), saat Yani menjemput keluarganya di area kedatangan. Ia menggunakan sistem pembayaran digital QRIS dan terkejut ketika tagihan yang muncul mencapai Rp360 ribu.

“Harusnya cuma Rp7.500. Tapi pas bayar, muncul angka Rp360 ribu. Petugas parkir juga bingung dan bilang itu karena sistem. Saya tanya apakah uangnya bisa dikembalikan, katanya harus buat laporan dulu,” kata Yani.

Yang membuat kasus ini makin janggal, transaksi QRIS tersebut tercatat atas nama merchant “Parkee” dengan alamat terdaftar di Jakarta Barat, bukan di Lombok maupun atas nama entitas resmi pengelola parkir bandara.

Insiden serupa juga pernah dialami Narsuddin, warga lainnya, yang mengaku harus membayar tarif parkir hingga ratusan ribu rupiah meski hanya sebentar berada di bandara.

Fenomena ini menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama karena sistem pembayaran digital seharusnya menjamin transparansi dan kenyamanan, bukan menjadi jebakan yang merugikan konsumen. Publik kini menanti langkah tegas dari pihak manajemen Bandara Lombok dan aparat penegak hukum untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.