KORANNTB.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB menilai penerbitan izin pertambangan rakyat di 16 titik di Nusa Tenggara Barat belum menjawab persoalan keselamatan ekologis.

Penilaian itu disampaikan Direktur Eksekutif Daerah Walhi NTB, Amri Nuryadin, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Mendorong Tata Kelola Tambang Rakyat yang Berkeadilan melalui Koperasi” yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tambang Rakyat, Senin, 14 Juli 2025.

Dalam paparannya, Amri menyampaikan kekhawatiran Walhi terhadap kondisi biofisik NTB yang terdiri dari gugusan pulau kecil, aliran sungai pendek, serta garis pantai yang rapuh. Ia menegaskan bahwa karakter geografis tersebut sangat rentan terhadap aktivitas yang mengganggu keseimbangan lingkungan.

“Sehingga kalau terjadi satu aktivitas yang mengganggu, itu pasti akan berdampak pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya secara cepat,” ujarnya.

Link Banner

Amri juga mengkritisi pendekatan tata kelola tambang yang hanya menyoroti aspek teknis eksplorasi tanpa mempertimbangkan ekosistem secara utuh. Ia mempertanyakan klaim bahwa tambang rakyat merupakan solusi mengatasi kemiskinan.

“Pertambangan dan pariwisata sudah lama mendominasi pendapatan daerah, tetapi NTB tetap berada dalam lingkar kemiskinan. Jangan-jangan ini kutukan sumber daya alam,” katanya.

Dalam kesempatan itu, ia menyinggung kasus PT AMG yang berdampak pada penurunan debit air irigasi petani. Selain itu, lubang bekas tambang seluas 25 hektare yang sebelumnya dijanjikan untuk direklamasi justru dibiarkan terbengkalai.

Walhi NTB juga menyoroti lemahnya mitigasi bencana di NTB yang mengalami ratusan kejadian bencana alam sepanjang 2022 hingga 2024.

“Bagaimanapun juga, yang namanya tambang itu skala besar, kecil, pasti merusak. Sudahkah kita bicara mitigasi kebencanaan di NTB ini?,” tegas Amri.

Meski begitu, ia menyatakan pihaknya tidak menolak keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, selama dilakukan secara adil dan berkelanjutan.

“Tapi kami mendukung kalau rakyat diberikan kesempatan untuk kemudian mengelola SDA. Namun mari hitung dampak dan rancang mitigasi bersama sama sebelum menambang,” ujarnya.

Ia mendorong pemerintah daerah, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil untuk bersama-sama merumuskan tata kelola tambang rakyat yang benar-benar berpihak pada perlindungan lingkungan, kesiapsiagaan bencana, dan distribusi manfaat ekonomi secara adil.

Tanpa kerangka tersebut, Walhi NTB khawatir izin yang diberikan justru hanya akan memindahkan beban kerusakan dari korporasi tambang besar kepada masyarakat.