Ada Kemungkinan Orang Keempat di Kematian Brigadir Nurhadi
KORANNTB.com — Penasihat hukum Misri Puspita Sari, salah satu tersangka dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, kembali mengajukan permohonan resmi kepada Polda NTB. Pada Jumat, 18 Juli 2025 sekitar pukul 10.45 WITA, kuasa hukum menyerahkan surat bertajuk Permohonan Pelibatan Psikolog Forensik dan Forensik Digital KOMDIGI tertanggal hari ini.
Surat tersebut diajukan untuk meminta keterlibatan ahli forensik digital dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kominfo RI) dalam proses pemeriksaan bukti elektronik, khususnya rekaman CCTV di lokasi kejadian. Saat ini, hasil rekaman dari empat CCTV yang terpasang di sekitar lokasi yakni di area The Beach House dan Natya Hotel masih berada dalam proses analisis oleh tim forensik Polda Bali.
Menurut penasihat hukum, langkah pelibatan lembaga independen dari Jakarta sangat penting untuk menjamin transparansi dan objektivitas proses penyelidikan.
“Bukankah akan lebih objektif jika forensik digitalnya ditangani Kominfo RI di Jakarta,” kata Yan Mangandar Putra, dari Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB.
Permintaan tersebut muncul di tengah klaim dari tiga tersangka, yakni Kompol Yogi, Ipda Haris, dan Misri sendiri, yang mengaku tidak melihat, tidak mendengar, dan tidak melakukan kekerasan terhadap Brigadir Nurhadi. Masing-masing tersangka menyatakan memiliki alibi berbeda saat korban diduga dibunuh di kamar Villa Tekek.
“Ini krusial, karena semua tersangka di TKP mengaku tidak membunuh dan punya alibi masing-masing,” tambah Yan.
Orang Keempat
Dalam narasi rilis yang disampaikan, kuasa hukum menilai bahwa jika semua pengakuan para tersangka benar adanya, maka sangat mungkin ada orang lain (orang keempat) yang masuk ke kamar Villa Tekek dan membunuh korban.
“Seandainya pengakuan tersebut benar, maka memungkinkan ‘ada orang lain (orang ke-4)’ yang masuk ke Kamar Villa Tekek dan membunuh korban Brigadir MN, sehingga seharusnya keberadaan 4 CCTV bisa merekam keberadaan orang ke-4 tersebut karena dari pintu masuk utama The Beach House hingga ke kamar villa tekek hanya memiliki satu pintu keluar masuk.”
Yan juga memperingatkan soal risiko manipulasi bukti elektronik, seperti yang terjadi dalam kasus-kasus besar sebelumnya.
“Jangan sampai upaya manipulasi bukti elektronik CCTV alat bukti lainnya seperti di kasus Sambo sebelumnya, terjadi di kasus ini,” ujarnya.
Dalam surat yang sama, penasihat hukum Misri juga meminta agar proses hukum melibatkan psikolog forensik, untuk menilai kondisi kejiwaan kliennya serta para saksi kunci. Langkah ini, menurut mereka, diperlukan demi mengurai peran dan tekanan psikologis yang mungkin dialami para pihak saat peristiwa terjadi.
Lebih lanjut, mereka juga menyampaikan harapan besar terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar sungguh-sungguh menjaga komitmen Polri dalam mewujudkan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan slogan “PRESISI”.
“Ingat, masyarakat luas mengawal kasus ini dan menjadi pertaruhan keseriusan Bapak Kapolri untuk benar-benar mewujudkan moto PRESISInya, apakah serius, atau omon-omon saja.”
Hingga laporan ini disusun, belum ada tanggapan resmi dari Polda maupun Kominfo RI terkait permintaan pelibatan lembaga luar dalam penanganan forensik digital dan psikologis kasus ini.