Penulis: Apriadi Abdi Negara – Pemuda Lombok Tengah Maju

KORANNTB.com – Dalam dunia pemerintahan lokal yang semakin sering dikuasai oleh logika kekuasaan yang kaku, langkah Bapak Dr. H. M. Nursiah, Wakil Bupati (Wabup) Lombok Tengah, patut diapresiasi sebagai bentuk kepemimpinan langka yakni pemimpin yang masih bersedia mendengar sebelum mendikte, dan memahami sebelum menyalahkan.

Terkait respons Wabup Lombok Tengah terhadap langkah masyarakat yang terdampak pengosongan lahan di kawasan Pantai Tanjung Aan dan masyarakat memilih menempuh jalur ke Komnas HAM, publik akhirnya bisa sedikit bernapas lega. Ternyata, masih ada pejabat publik yang mengingat bahwa rakyat bukan sekadar obyek pembangunan, tapi juga subyek yang memiliki hak, suara, dan martabat hukum. Ironisnya, sikap seperti ini sekarang justru terasa “langka” dan perlu dirayakan padahal seharusnya menjadi standar minimum dalam sistem demokrasi.

Alih-alih merespons langkah warga dengan tudingan provokatif atau bahasa-bahasa legal yang mengintimidasi, Nursiah menunjukkan bahwa pemerintahan tidak perlu alergi terhadap kritik maupun aduan ke lembaga seperti Komnas HAM. Sebaliknya, beliau justru memahami langkah tersebut sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat dan beradab. Ini adalah pelajaran penting bagi banyak pejabat yang tampaknya lebih sibuk menjaga citra ketimbang mendengar jeritan di balik pagar proyek-proyek strategis.

Link Banner

Secara akademik, apa yang dilakukan oleh Nursiah dapat dikategorikan sebagai bentuk politik deliberatif yang berpijak pada prinsip dialog, pengakuan hak warga, dan penghormatan terhadap mekanisme konstitusional. Ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal keberanian untuk tidak menggunakan kekuasaan sebagai benteng defensif, melainkan sebagai jembatan penyelesaian.

Sebagai masyarakat sipil, kami memberikan apresiasi dan dukungan moral kepada beliau. Semoga sikap ini menjadi preseden positif bagi pejabat lain yang barangkali masih sibuk membangun pagar literal maupun simbolik di antara dirinya dan rakyat.

Namun perlu juga saya sampaikan catatan kecil yang tentu saja bersifat konstruktif: Komnas HAM sebaiknya tidak hanya berhenti pada aktivitas media berupa rilis opini atau pernyataan simpatik dari balik meja konferensi pers di Jakarta. Kami berharap lembaga ini benar-benar turun langsung melakukan investigasi lapangan untuk memahami duduk perkara secara menyeluruh: bagaimana status hukum tanah di kawasan Tanjung Aan, bagaimana dinamika lokal masyarakat pesisir, serta bagaimana pendekatan-pendekatan yang telah ditempuh oleh Pemerintah Daerah dan ITDC selama ini.