Siapa Pemilik Sah Ambalat Berdasarkan Hukum Internasional
KORANNTB.com – Presiden Prabowo Subianto dikabarkan telah menyepakati sengketa Ambalat dikelola bersama antara Indonesia dan Malaysia. Keputusan ini cukup kontroversial mengingat presiden ke 6 Indonesia, SBY saat itu mati-matian memperjuangkan Ambalat.
“Apa pun yang kita temukan di laut akan kita eksploitasi bersama-sama,” ujar Prabowo.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan Prabowo dan PM Malaysia Anwar Ibrahim sepakat mengelola bersama Ambalat.
“Di mana representasi untuk bidang migas adalah Petronas dari Malaysia dan Pertamina dari Indonesia,” ujar Bahlil.
Sengketa wilayah perairan Ambalat di Laut Sulawesi antara Indonesia dan Malaysia belum menemukan titik akhir. Hingga kini, belum ada keputusan hukum internasional yang secara resmi menetapkan siapa pemilik sah wilayah kaya sumber daya itu. Namun, berdasarkan hukum laut internasional, posisi Indonesia dinilai lebih kuat.
Ambalat merupakan kawasan laut strategis yang berada di antara Kalimantan Timur dan Sabah, Malaysia. Wilayah ini menjadi sorotan sejak Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2002 memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan jatuh ke tangan Malaysia. Meski begitu, keputusan tersebut hanya menyangkut dua pulau kecil dan tidak mencakup perairan Ambalat.
Indonesia dan Malaysia sama-sama menjadi pihak dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNCLOS 1982. Dalam aturan itu, negara pantai memiliki hak atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut dari garis pangkal pantai. Jika zona itu tumpang tindih antara dua negara, maka batas harus ditentukan melalui kesepakatan berdasarkan prinsip keadilan.
Indonesia memasukkan Ambalat ke dalam wilayah ZEE-nya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005. Selain itu, wilayah ini telah dikelola sebagai blok migas dengan kerja sama eksplorasi oleh perusahaan asing seperti ENI dan Unocal. Aktivitas tersebut menjadi bukti administrasi dan penguasaan efektif Indonesia atas wilayah tersebut.
Sebaliknya, Malaysia mengklaim sebagian wilayah Ambalat dalam peta nasional tahun 1979 yang menyulut protes internasional. Klaim sepihak ini tidak pernah diakui secara luas oleh dunia internasional, bahkan oleh PBB dan negara-negara tetangga termasuk Indonesia.
Sejumlah pakar hukum laut menyebut bahwa berdasarkan prinsip equidistance atau garis tengah dari pantai terdekat, Ambalat lebih dekat ke pesisir Kalimantan Timur ketimbang ke Sabah. Hal ini memperkuat posisi Indonesia secara yuridis.
Meski demikian, tanpa adanya penyelesaian melalui pengadilan internasional atau kesepakatan bersama, status Ambalat secara resmi tetap berada dalam kategori wilayah sengketa yang kini dikelola bersama.