KORANNTB.com – Pelaporan terhadap Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal oleh mantan anggota DPRD NTB, TGH Najamudin, ke Polda NTB dinilai sebagai tindakan yang menyesatkan publik dan tidak berdasar hukum.

Penilaian itu disampaikan Apriadi Abdi Negara, mantan anggota Tim Hukum 99. Ia menyebut pelaporan tersebut berkaitan dengan pemangkasan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD oleh Gubernur NTB.

“Pelaporan ini merupakan bentuk sesat pikir yang mengaburkan hukum dan mengabaikan etika kewargaan. Kewenangan untuk mengelola APBD sudah berakhir sejak masa jabatan legislator itu selesai,” ujar Apriadi, Rabu, 6 Agustus 2025.

Ia menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Gubernur NTB sah secara hukum dan sesuai peraturan perundang-undangan.

Link Banner

“Kepala daerah adalah pemegang kuasa pengguna anggaran sesuai Pasal 65 dan 316 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kebijakan efisiensi ini juga diperkuat oleh Permendagri Nomor 77 Tahun 2020,” jelasnya.

Menurutnya, pokir yang coba dimasukkan ke dalam APBD 2025 oleh mantan anggota DPRD justru merupakan bentuk intervensi yang tidak memiliki dasar konstitusional. Terlebih jika pokir tersebut disusun tanpa melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) atau partisipasi publik.

“Pokir yang disusun secara tertutup dan dititipkan lintas dapil melalui jalur informal ke dinas-dinas teknis, adalah pelanggaran prinsip anggaran partisipatif,” kata Apriadi.

Ia juga menyoroti adanya kekeliruan berpikir atau sesat logika dalam pelaporan tersebut. Di antaranya, penggunaan identitas keagamaan untuk memperkuat tuduhan, menyimpulkan bahwa efisiensi gubernur merupakan pelanggaran hukum, serta mengklaim pokir sebagai aspirasi rakyat padahal tidak melalui proses yang transparan.

Apriadi menyatakan akan melaporkan secara resmi ke Kejaksaan Tinggi NTB terkait dugaan penempatan pokir oleh mantan anggota DPRD.

“Saya akan menyampaikan daftar lengkap program pokir yang diduga dititipkan oleh mantan anggota DPRD periode 2019–2024, termasuk lokasi, dinas pelaksana, dan anggaran,” tegasnya.

Ia menegaskan bahwa APBD adalah milik rakyat dan bukan warisan politik. Karena itu, kepala daerah berhak menolak pokir titipan yang tidak melalui prosedur resmi.

“Ketika Gubernur NTB berani menolak pokir ilegal, itu adalah langkah konstitusional yang layak didukung,” ujarnya.