Pendekatan Komunikatif Kepala Daerah Terbukti Efektif Redam Unjuk Rasa
KORANNTB.com – Sejumlah kepala daerah memilih turun langsung menemui demonstran untuk membuka ruang dialog, sebagai langkah meredam potensi amarah yang bisa berujung anarkisme saat unjuk rasa. Langkah ini muncul setelah gelombang demonstrasi di berbagai daerah sebelumnya sempat memicu kerusuhan dan merusak fasilitas umum. Kini, pola komunikasi kepala daerah berubah menjadi lebih proaktif agar aksi massa berjalan kondusif.
Salah satunya ditunjukkan oleh Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, yang menemui mahasiswa yang unjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi Lampung, Senin (1/9). Berkat dialog terbuka, demonstrasi berakhir damai tanpa insiden.
Hal serupa juga dilakukan Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid bersama Wali Kota Palu Hadianto Rasyid serta pimpinan DPRD Sulteng. Mereka bertemu langsung dengan massa aksi dan sepakat memfasilitasi tuntutan mahasiswa ke pihak terkait. Aksi pun berjalan aman dan kondusif.
Di Maluku Utara, Gubernur Sherly Tjoanda Laos bersama Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Ketua DPRD Ikbal Ruray, dan Wali Kota Ternate M. Tauhid Soleman, juga hadir langsung menemui pengunjuk rasa di depan kantor DPRD Kota Ternate, Senin (1/9/2025). Sherly bahkan mengapresiasi keberanian mahasiswa menyampaikan aspirasi dengan tertib.
Menurut Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Sunarya, langkah sejumlah kepala daerah yang memilih menemui massa menandakan adanya kesadaran bahwa pendekatan keamanan semata tidak efektif dalam meredam aksi. Belajar dari kerusuhan demonstrasi 28–30 Agustus, para kepala daerah kini lebih terbuka terhadap kritik publik.
“Para kepala daerah cepat belajar membaca situasi. Mereka berusaha tampil sebagai pejabat publik yang mau membuka diri,” ujar Asep, Selasa (2/9).
Asep menilai, kemarahan publik yang dipicu oleh sikap arogan sebagian anggota DPR berhasil diredam karena kepala daerah turun langsung menjalin komunikasi. “Kemarahan publik muncul karena komunikasi DPR buruk, terkesan merendahkan masyarakat. Kepala daerah justru menempuh cara berbeda: dialog,” jelasnya.
Lebih jauh, Asep menegaskan pendekatan komunikatif kepala daerah jauh lebih efektif dibanding membenturkan massa dengan aparat. “Jika pola ini terbukti berhasil, aparat seharusnya ditarik dari lapangan. Langkah kepala daerah lebih bisa diterima massa dan minim benturan,” tambahnya.
Menurut Asep, sikap proaktif ini juga menunjukkan kapasitas kepemimpinan kepala daerah yang matang. “Berbeda dengan sebagian anggota DPR, terutama yang berlatar belakang artis, yang cenderung melihat masyarakat sebagai fans, bukan sebagai konstituen. Kepala daerah lebih memahami keresahan rakyat karena berangkat dari akar rumput,” pungkasnya.