KORANNTB.com – Empat massa aksi demonstrasi yang berujung pada terbakarnya Kantor DPRD NTB pada 30 Agustus lalu, masih ditahan di Polda NTB hingga saat ini. Sejumlah aktivis tidak tinggal diam, meminta pembebasan keempat orang yang ditahan tersebut.

Empat massa yang ditahan yaitu tiga mahasiswa dan seorang buruh. Mereka ditahan pasca aksi unjukrasa di Polda NTB dan Kantor DPRD NTB.

Sejumlah aktivis sebelumnya pada Sabtu malam 11 Oktober 2025, menggelar aksi solidaritas di Taman Sangkareang, Mataram. Kegiatan bertajuk “Teras Solidaritas: Bebaskan Kawan Kami!” sebagai refleksi terhadap kriminalisasi massa oleh aparat. Namun aksi mereka dibubarkan oleh Satpol PP, padahal mahasiswa telah secara resmi bersurat untuk menggelar aksi.

Pengacara publik, Yan Mangandar Putra yang dihubungi pada Selasa, 14 Oktober 2025, mengatakan upaya pembubaran aksi kemarin merupakan bentuk dari rendahnya indeks kebebasan berdemokrasi di Indonesia.

“Ini jelas mengkonfirmasi kebenaran penelitian rendahnya Indeks Demokrasi Indonesia yang kian memburuk bahkan cacat, termasuk di NTB, karena maraknya upaya pembubaran atau intimidasi atas aksi,” katanya.

Dia mengatakan, pembubaran tersebut menjadi hambatan besar kenapa NTB selama ini sulit maju, padahal memiliki dua perusahaan tambang besar, perusahaan tebu terbesar, proyek strategis nasional, dan banyak tempat pariwisata berkelas internasional. Namun nyatanya, meski jumlah penduduknya sedikit, sekitar lima juta, masih banyak masyarakat berstatus miskin dan miskin ekstrem.

“Sehingga jelas bahwa kekayaan yang dimiliki NTB hanya dinikmati segelintir orang yang tega menjadi maling atau koruptor,” ujarnya.

Hal itu kata Yan, terbukti dari 2020 hingga triwulan I 2025 ada 272 kasus korupsi yang merugikan negara senilai 240 miliar.

“Lalu apa peran Kapolda NTB untuk mencegah itu terjadi padahal memiliki banyak anggota hingga ke tingkat desa?” ujarnya.

Yan menyoroti peran kepolisian yang lebih dominan mengurus tambang alih-alih mengurus kasus-kasus yang menonjol di NTB.

“Apalagi akhir-akhir ini kita disuguhkan berita buruk tentang dua kasus kematian anggota Polri di NTB yang juga diduga pelakunya adalah anggota Polri sendiri, bahkan hampir menjadi tiga kasus karena satu anggota harus dirawat di RS Bhayangkara Mataram setelah disiksa oleh Kapolsek Kediri,” ujarnya.

“Seharusnya ini jadi alarm bahwa institusi kepolisian di NTB sedang tidak baik-baik saja dan jadi momentum bagi Kapolda NTB untuk memperbaiki tata kelola internal, bukan sibuk cawe-cawe terkait tambang.”

Dibubarkan Paksa

Aksi solidaritas pada Sabtu malam tersebut dihadiri sejumlah mahasiswa, masyarakat sipil hingga keluarga massa yang ditahan.

Kegiatan yang semula dijadwalkan berlangsung pukul 19.30–22.30 WITA berakhir lebih awal sekitar pukul 21.00 WITA. Saat Ketua BEM Universitas Mataram, Lalu Nazir Huda, baru memulai penyampaian pendapat, sekitar enam orang anggota Satpol PP Kota Mataram datang ke lokasi dan meminta agar kegiatan segera dibubarkan.

Perwakilan aliansi menolak permintaan tersebut dengan menegaskan bahwa pihaknya telah bersurat resmi kepada instansi terkait dan tidak ada masalah dengan pelaksanaan aksi. Sejumlah anggota Polri juga terlihat berjaga di sekitar taman, sementara warga turut menyaksikan jalannya kegiatan.

Ketua BEM Unram Lalu Nazir Huda mengatakan aksi yang dilakukan pada 30 Agustus lalu merupakan bentuk kekecewaan massa terhadap bobroknya kinerja dewan, pemerintah dan aparat kepolisian.

“Aksi 30 Agustus 2025 di Mako Polda dan DPRD NTB bukanlah aksi yang lahir dari nol, melainkan bentuk kekecewaan atas buruknya kinerja dewan, pemerintah, dan aparat kepolisian yang marak melakukan kekerasan pada rakyat, serta solidaritas atas tewasnya seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas mobil taktis Brimob pada 28 Agustus 2025,” katanya.

Dia menegaskan tidak ada satupun bukti yang ditemukan penyidik Polda NTB sampai hari ini yang membuktikan bahwa empat massa yang ditahan terlibat perusakan secara sistematis.

“Tuduhan makar atau terorisme itu jelas tidak terbukti. Kasihan mereka sudah ditahan lebih dari satu bulan, tidak bisa kuliah dan mencari nafkah. Kami meminta Kapolda NTB dan Direktur Ditreskrimum untuk bebaskan kawan-kawan kami,” ujarnya.