KORANNTB.com – Dua perwira polisi, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda I Gde Aris Chandra Widianto, menjalani sidang perdana atas dugaan keterlibatan mereka dalam kasus kematian Brigadir Nurhadi. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Mataram, Senin, 27 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum.

Dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim, jaksa membeberkan adanya upaya intervensi dan intimidasi yang dilakukan kedua terdakwa terhadap penyidik di Polres Lombok Utara. Salah satu yang menjadi sorotan adalah tindakan mereka terhadap Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, AKP Punguan Hutahaean.

Jaksa mengungkap bahwa pada Jumat, 18 April 2025 sekitar pukul 07.00 WITA, Yogi dan Aris menghubungi AKP Punguan dengan maksud meminta penghapusan rekaman CCTV di Villa Tekek. Rekaman tersebut diduga memuat video yang menampilkan saksi bernama Misri. Yogi disebut takut jika video itu diketahui oleh istrinya dan dapat memicu masalah rumah tangga, termasuk perceraian.

Selain meminta penghapusan rekaman, Yogi juga berusaha memantau setiap perkembangan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan tim reserse Polres Lombok Utara. Ia bahkan keberatan dengan pasal yang ditetapkan oleh penyidik, yakni Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dengan alasan keluarga korban menolak dilakukan autopsi.

Dalam dakwaan juga terungkap bahwa Yogi meminta agar laporan polisi tidak memuat unsur penganiayaan, melainkan mencantumkan keterangan seolah-olah korban meninggal karena melakukan salto di kolam. Karena desakan tersebut, berkas perkara kemudian diserahkan ke Polda NTB untuk penanganan lebih lanjut.

Kasus kematian Brigadir Nurhadi sendiri menjadi perhatian publik setelah ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proses penyelidikan awal. Sidang berikutnya dijadwalkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Atas dakwaan tersebut, pengacara kedua terdakwa mengajukan eksepsi yang akan diserahkan pekan depan.

Menanggapi eksepsi tersebut, jaksa penuntut, Budi Mukhlis menanggapi santai.

“Untuk eksepsi, formalitas surat dakwaan apa itu sudah sesuai diatur dalam 143 belum,” katanya.

Dia mengatakan jaksa akan siap membuktikan setiap apa yang diragukan dari dakwaan dalam eksepsi terdakwa nanti.

“Itu (eksepsi) sifatnya limitatif. Jadi intinya setiap kata nanti jaksa siap membuktikan,” ujarnya.

Soal ancaman terdakwa kepada anggota polisi, dia mengatakan nantinya polisi tersebut akan dipanggil sebagai saksi.

“Nantikan saat pemeriksaan saksi kita panggil, ancaman seperti apa. Ancaman tidak harus saya tunggu kamu ya, bisa saja dengan diam begini orang bisa terancam,” katanya.

“Kan (terdakwa) punya pengaruh. Jadi ancaman tidak harus bentuk pemukulan fisik. Nanti kita buktikan,” ujarnya.