KORANNTB.com — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sumbawa mendesak Pengadilan Negeri Sumbawa Besar menunda pelaksanaan eksekusi lahan Ai Jati di Desa Mapin Kebak, Kecamatan Alas Barat. Sikap ini disampaikan menyusul rencana eksekusi yang berlandaskan Penetapan Sita Eksekusi Pengadilan Negeri Sumbawa Besar Nomor 1/Pen.Eks/Pdt.G/2024/PN.Sbw, yang merupakan tindak lanjut dari putusan berkekuatan hukum tetap sejak tahun 1990-an.

Desakan tersebut bukan hanya reaksi spontan. HMI menyatakan telah melakukan kajian hukum dan sosial terhadap rencana eksekusi. Dari hasil kajian, organisasi ini menilai pelaksanaan eksekusi masih memerlukan peninjauan ulang, terutama terkait keabsahan objek sengketa dalam implementasi di lapangan, batas lahan yang diperselisihkan warga, dan potensi dampak sosial bagi masyarakat setempat jika eksekusi tetap dijalankan dalam kondisi belum kondusif.

Ketua Umum HMI Cabang Sumbawa, Wahyudin, menegaskan bahwa meskipun dokumen eksekusi sah secara hukum, penerapannya tidak boleh mengabaikan aspek keadilan substantif, kemanusiaan, dan situasi sosial warga yang telah lama bermukim di atas lahan tersebut.

“HMI berpandangan bahwa hukum harus ditegakkan dengan nurani dan rasa keadilan. Setiap langkah penegakan hukum perlu menjamin ketertiban tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat,” tegas Wahyudin, Sabtu (8/11/2025)

Ia menambahkan, kajian yang dilakukan HMI menemukan bahwa pelaksanaan eksekusi berpotensi menimbulkan keguncangan sosial jika tidak diiringi komunikasi yang transparan dan mekanisme penyelesaian sengketa yang inklusif.

“Berdasarkan kajian yang kami lakukan, diperlukan ruang dialog yang adil sebelum eksekusi dilanjutkan. Masyarakat harus mendapat kepastian hukum yang jelas dan tidak merasa terabaikan,” ujarnya.

HMI juga menyoroti insiden ketegangan antara aparat dan warga di lokasi Ai Jati pada 5 November 2025. Peristiwa tersebut dinilai sebagai tanda bahwa pola koordinasi dan komunikasi antar pihak belum berjalan optimal sehingga menimbulkan benturan di lapangan.

“Kami tidak ingin ada pihak yang dirugikan, baik masyarakat maupun aparat. Semua harus dikedepankan dalam bingkai hukum, dialog, dan rasa saling menghormati,” tambah Wahyudin.

Dalam pernyataan sikapnya, HMI turut merespons konferensi pers kuasa hukum Muhammad Isnaini, SH., pada Jumat (7/11/2025). Isnaini menjelaskan bahwa bentrok di lokasi eksekusi mengakibatkan korban di kedua belah pihak dan memicu reaksi warga karena aparat datang lebih awal dari jadwal resmi eksekusi yang ditetapkan pukul 09.00 WITA, yakni sekitar pukul 07.09 WITA.

Isnaini juga menampilkan foto-foto warga yang mengalami luka, termasuk dugaan akibat gas air mata, serta menyebut adanya temuan empat proyektil peluru di lokasi kejadian. Sementara itu, Advokat senior Indi Suryadi, SH., menyayangkan pelaksanaan eksekusi tanpa kehadiran perwakilan Pengadilan Negeri Sumbawa, yang menurutnya seharusnya menjadi pelaksana resmi sesuai hukum acara perdata.

Di sisi lain, Kapolres Sumbawa AKBP Marieta Dwi Ardhini menegaskan bahwa aparat tidak menggunakan peluru tajam dalam pengamanan, melainkan gas air mata untuk mengendalikan massa. Tiga personel kepolisian dilaporkan mengalami luka akibat insiden tersebut.

Atas perkembangan tersebut, HMI menilai pentingnya penelusuran menyeluruh atas rangkaian peristiwa, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga sosial dan administratif. HMI menekankan perlunya keterlibatan pemerintah daerah, lembaga penegak hukum, dan tokoh masyarakat dalam memfasilitasi mediasi sebagai langkah penyelesaian damai dan berkelanjutan.

Sebagai penutup, Wahyudin menegaskan komitmen HMI untuk terus mengawal persoalan secara konstruktif dan berada pada posisi yang berpihak kepada nilai keadilan.

“Kami akan selalu berpihak pada nilai keadilan, kemanusiaan, dan supremasi hukum yang berkeadilan,” tutupnya.