Proses Seleksi Komisi Informasi NTB Disebut Ada Titipan Politik, Ini Respon Pansel
KORANNTB.com — Kuasa Hukum Forum Peserta Seleksi Komisi Informasi (KI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Muh. Erry Satriyawan, S.H., M.H., CPCLE, menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran dalam proses seleksi calon anggota Komisi Informasi NTB tahun 2025.
Erry menilai berbagai kejanggalan yang muncul menunjukkan bahwa Tim Seleksi (Pansel) tidak menjalankan proses sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas kelembagaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam pernyataannya, Erry menegaskan bahwa proses seleksi yang dijalankan pemerintah provinsi melalui Pansel berpotensi cacat hukum dan mengancam independensi lembaga Komisi Informasi. Ia menguraikan setidaknya empat dugaan pelanggaran utama yang dinilai menyalahi ketentuan hukum dan etika penyelenggaraan seleksi jabatan publik.
Pertama, terdapat peserta yang diluluskan meskipun tidak memenuhi syarat administratif wajib berupa Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani dari rumah sakit pemerintah. Peserta tersebut hanya melampirkan surat keterangan dari Puskesmas, yang secara hukum tidak memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (4) huruf h Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016.
“Ini jelas pelanggaran prosedur yang menghilangkan asas kesetaraan antar peserta. Semua peserta harus diperlakukan sama di hadapan aturan,” ujarnya di Mataram, Minggu, 9 November 2025.
Kedua, Pansel disebut tidak mengumumkan hasil tahap psikotes dan dinamika kelompok melalui sedikitnya dua media elektronik selama tiga hari berturut-turut sebagaimana diwajibkan. Alih-alih melakukan publikasi, Pansel justru langsung melanjutkan ke tahap wawancara.
“Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Komisi Informasi Nomor 4 Tahun 2016 dan memperlihatkan bahwa proses seleksi dilakukan secara tertutup dan tidak akuntabel,” kata Erry.
Ketiga, ia juga menemukan kejanggalan pada tahap wawancara, di mana proses penilaian dilakukan tidak oleh seluruh anggota Pansel, melainkan hanya sebagian. Selain itu, indikator penilaian tidak dijelaskan secara transparan dan pertanyaan yang diajukan tidak mencerminkan pendalaman terhadap pemahaman peserta tentang Komisi Informasi dan sengketa informasi publik.
“Wawancara yang tidak berbasis indikator objektif akan menghasilkan penilaian subjektif dan sulit dipertanggungjawabkan secara profesional,” tegasnya.
Keempat, Erry menyoroti adanya peserta yang dinyatakan lulus meskipun dalam lima tahun terakhir masih memiliki keterkaitan dengan partai politik. Padahal, setiap peserta telah menandatangani Surat Pernyataan Tidak Pernah Menjadi Pengurus atau Anggota Partai Politik.
“Hal ini mengancam netralitas dan independensi Komisi Informasi, yang seharusnya menjadi lembaga publik penjamin keterbukaan informasi, bukan alat kepentingan politik,” ujarnya.
Dengan mempertimbangkan seluruh temuan itu, Erry menilai hasil seleksi patut diduga cacat hukum secara administratif, etis, maupun substantif. Ia mendesak agar Tim Seleksi segera melakukan peninjauan ulang (review) menyeluruh, membuka nilai dan dasar penilaian kepada publik, serta melakukan klarifikasi terbuka.
“Apabila pelanggaran terbukti, hasil seleksi harus dinyatakan batal dan proses seleksi dibuka kembali secara transparan,” katanya.
Sebagai langkah lanjutan, Forum Peserta Seleksi bersama kuasa hukum juga menyiapkan upaya hukum administratif (PTUN) dan etis untuk memastikan Komisi Informasi NTB tetap menjadi lembaga yang kredibel dan netral. Erry menyebut pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada DPRD NTB agar tidak melanjutkan proses Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit and Proper Test) terhadap nama-nama yang diajukan sampai persoalan diselesaikan.
“Kami juga akan meminta DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (hearing) guna menjalankan fungsi pengawasan secara serius dan independen,” tambahnya.
Erry menilai bahwa kesalahan-kesalahan tersebut bukan sekadar kekeliruan teknis, melainkan bentuk pengabaian terhadap ketentuan hukum yang secara jelas diatur.
“Fakta bahwa syarat administratif diabaikan, hasil tahapan tidak diumumkan secara terbuka, indikator wawancara tidak jelas, dan adanya peserta dengan keterkaitan politik yang tetap diloloskan, menunjukkan bahwa Tim Seleksi tidak bekerja berdasarkan regulasi yang berlaku,” ucapnya.
Menurutnya, kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang integritas Tim Seleksi.
“Apakah Tim Seleksi benar-benar bekerja berdasarkan aturan dan prinsip transparansi, atau justru ada upaya memenuhi titipan dan kepentingan tertentu sehingga prosedur resmi dikesampingkan?” ujarnya.
Erry mengingatkan bahwa situasi semacam ini bisa menjadi ancaman serius terhadap independensi Komisi Informasi, lembaga publik yang seharusnya bebas dari intervensi kepentingan politik atau kelompok mana pun.
Menutup pernyataannya, Erry mengajak publik, media, dan organisasi masyarakat sipil di NTB untuk ikut mengawal dan mengawasi proses seleksi agar Komisi Informasi tetap menjadi lembaga yang merdeka, kredibel, dan berpihak pada keterbukaan informasi publik.
“Transparansi adalah roh dari Komisi Informasi. Jika seleksi anggotanya saja tidak transparan, maka cita-cita keterbukaan informasi publik di NTB akan kehilangan maknanya,” tegasnya.
Tanggapan Pansel
Wakil Ketua Pansel KI, Yusron Hadi mengatakan sejak awal tim Pansel disebut terbuka pada setiap proses.
“Sedari aal proses tim sangat terbuka dan menghormati setiap peserta sebagaimana tim menghormati proses yang berjalan dalam seleksi calon KI,” katanya.
Kadis Kominfotik NTB ini menyarankan agar setiap ada keberata dapat menyampaikan melalui surat resmi kepada Pansel.
“Tim seleksi sudah sepakat untuk setiap keberatan ataupun sanggahan itu akan dijawab melalui Ketua Tim Seleksi. Kami sarankan bila ada keberatan dan lain sebagainya supaya menyampaikannya melalui surat resmi ke Panitia Seleksi,” ujarnya.
“kita akan jawab pula dengan surat resmi ke pihak yang menyampaikan keberatan,” lanjutnya.
Merespon kekecewaan dan tuntutan peserta, Yusron mengatakan bahwa itu merupakan hak setiap peserta yang telah mengikuti proses.
“Atas apa yang disampaikan calon anggota komisioner tersebut itu pandangan, penilaian beliau-beliau. Hak setiap orang menilai dan memberikan pendapat sah-sah saja. Semua peserta yang ikut seleksi kan menghendaki hasil terbaik, kita hormati,” katanya.
Dijelaskan semua proses seleksi telah sesuai dengan regulasi yang ada.
“Namun saya tegaskan sebagai bagian dari tim seleksi tersebut. Seluruh proses seleksi telah sesuai dengan ketentuan mengenai seleksi sebagaimana tertuang dalam Peraturan KI Nomor 4 tahun 2016,” ujarnya.
Tidak Ada Titipan Politik
Menanggapi rumor ada titipan politik dalam proses seleksi tersebut, Yusron dengan tegas membantahnya.
“Tegas tidak ada titipan partai politik ya. Tim seleksi dalam menjalankan tugas sangat hati-hati mencermati tahap demi tahap proses yang dilalui. Tetap acuan kita Peraturan Ki Nomor 4 tahun 2016, lainnya tidak,” sanggahnya.
Yusron berharap agar kegaduhan proses seleksi tersebut tanpa perlu berpolemik di media. Dia menjelaskan ada mekanisme yang patut untuk diperhitungan dalam menyelesaikan masalah.
“Soal lebih jauh apa yang sampaikan dalam konferensi pers, saya kira tim telah menjawabnya lewat surat resmi tidak usah berpolemik di media. Ditunggu saja karena surat keberatan kita terima tanggal 6 dan 7 November terbentur hari Sabtu Minggu libur, tentu Senin besok akan segera dijawab,” ujarnya.
