KORANNTB.com – Pengamat kebijakan menilai sepaket kebijakan yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menjadi langkah strategis untuk mempercepat pemulihan wilayah terdampak bencana di Sumatera, khususnya dalam mengaktifkan kembali pemerintahan daerah dan desa pascabencana.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Pemerintahan Indonesia (Puspolrindo), Yohanes Oci, menilai rangkaian kebijakan yang diterbitkan Mendagri telah menjawab kebutuhan mendesak daerah terdampak, baik dari sisi fleksibilitas anggaran, keberlanjutan pelayanan publik, hingga pemulihan tata kelola pemerintahan desa.

Salah satu kebijakan utama tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.1/9772/SJ tentang Penggunaan Bantuan Pemerintah Pusat dan Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah serta Pergeseran Anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Daerah Bencana. SE yang ditetapkan pada 11 Desember 2025 itu menjadi pedoman bagi pemerintah daerah terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam memanfaatkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat maupun dari daerah lain.

Yohanes menilai pengaturan mengenai pergeseran anggaran dalam APBD sebagaimana diatur dalam SE tersebut sangat dibutuhkan untuk memastikan dukungan anggaran dapat digunakan secara cepat, tepat, dan akuntabel sesuai kebutuhan di lapangan. Dalam edaran itu, Mendagri menekankan agar bantuan keuangan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta pemulihan sarana dan prasarana dasar.

“Fleksibilitas anggaran dan diskresi administratif sangat penting agar fungsi pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan normal di daerah terdampak bencana,” ujar Yohanes saat dihubungi, Rabu (31/12/2025).

Selain kebijakan fiskal, Mendagri juga mengeluarkan kebijakan percepatan pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) serta dokumen pemerintahan lainnya. Kebijakan ini merespons banyaknya dokumen warga yang rusak atau hilang akibat banjir dan longsor, sehingga menghambat akses masyarakat terhadap layanan publik dan bantuan pemerintah.

Kebijakan lanjutan yang dikeluarkan Mendagri adalah pengerahan 1.054 praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) melalui skema kuliah kerja nyata (KKN) selama satu bulan. Program ini diarahkan untuk dua tujuan, yakni mempercepat pembersihan wilayah terdampak bencana serta membantu menghidupkan kembali pemerintahan desa yang lumpuh.

Pada tahap awal, praja IPDN akan diterjunkan ke Aceh Tamiang, yang dinilai sebagai wilayah paling parah terdampak bencana dan memiliki banyak desa yang mengalami gangguan fungsi pemerintahan.

Yohanes menilai pengerahan praja IPDN tersebut sangat strategis untuk mengisi kekosongan fungsi administrasi pemerintahan desa, terutama ketika aparatur desa kewalahan menjalankan pelayanan akibat kerusakan kantor dan fasilitas pemerintahan.

Meski demikian, Yohanes mengingatkan bahwa efektivitas sepaket kebijakan Mendagri tersebut sangat bergantung pada kesiapan dan akselerasi pemerintah daerah. Menurutnya, pemerintah daerah tidak boleh bersikap pasif meskipun wilayahnya menjadi prioritas perhatian pemerintah pusat.

“Jika pemda mampu berkoordinasi secara baik dengan pemerintah pusat, maka kebijakan Kemendagri ini akan sangat efektif dalam mempercepat pemulihan pemerintahan desa sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat,” katanya.

Ia juga mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk mencermati keterbatasan sumber daya birokrasi di daerah pascabencana. Daerah terdampak, menurut Yohanes, kerap mengalami kesulitan dalam merancang skenario pemulihan karena keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang pemulihan tata kelola pemerintahan.

Selain dukungan sumber daya manusia, Yohanes menilai pemerintah pusat perlu memastikan mekanisme pencairan dana pemulihan dapat diakses secara sederhana dan tidak berbelit. Hal ini penting agar pemulihan tata kelola pemerintahan desa, termasuk pemulihan arsip dan data kependudukan, dapat segera dilakukan.

Menurutnya, bagi Aceh sebagai wilayah terparah terdampak bencana, pemulihan pemerintahan desa menjadi kebutuhan paling mendesak agar perangkat desa kembali berfungsi membantu masyarakat, baik dalam penataan hunian maupun pencatatan pemulihan fisik dan psikologis korban bencana.

“Pemulihan pascabencana bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga pemulihan sistem pemerintahan, pelayanan publik, dan kepercayaan masyarakat. Peran Kemendagri sangat sentral dalam memberikan pendampingan berkelanjutan agar Aceh kembali stabil dalam melayani masyarakat,” kata Yohanes.