KORANNTB.com – Keluarga Juliana Marins (26) pendaki asal Brasil yang jatuh di jurang Gunung Rinjani, mengeritisi Pemerintah Indonesia yang dinilai lamban memberi bantuan pertolongan kepada korban. Sudah tiga hari korban belum berhasil dievakuasi sejak jatuh pada Sabtu, 21 Juni 2024 kemarin.

Pihak keluarga membantah penyataan pemerintah yang menyebut telah mengirim bantuan makanan kepada korban. Bahkan, sampai saat ini makanan belum ada untuk korban.

Adik Juliana Marins, Mariana juga mengertisi sikap Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) yang tetap membuka seperti biasa jalur pendakian, meski Juliana belum berhasil dievakuasi.

“Taman itu tetap beroperasi seperti biasa, wisatawan terus mendaki, sementara Juliana membutuhkan bantuan! Kami tidak tahu kondisi kesehatannya! Dia masih kekurangan air, makanan, dan pakaian hangat! Juliana akan menghabiskan satu malam lagi tanpa pertolongan karena kelalaiannya!” tulisnya, sebagaimana disadur dari media Brasil, globo.com.

Mariana mengeritisi lambannya proses evakuasi terhadap kakaknya.

“Rupanya, cuaca seperti ini sudah menjadi hal yang biasa pada saat seperti ini, mereka menyadari hal ini dan tidak mempercepat proses penyelamatan! Lambat, tanpa perencanaan, kompetensi, dan struktur!”

Juliana diketahui merupakan perempuan asal Niteroi di wilayah metropolitan Rio de Janeiro. Dia melakukan tur ke Asia mengunjung beberapa negara sejak Februari. Selain Indonesia, dia mengunjungi Filipina, Vietnam dan Thailand dan intens membagikan foto di sosial medianya.

Kabar Juliana terjatuh di Gunung Rinjani mengundang simpati banyak orang. Ramai-ramai netizen Brasil menuliskan komentar mereka di akun Presiden Prabowo dab BTNGR meminta agar Juliana secepatnya dievakuasi.

Aktor Brasil Babu Santana juga turut bersimpati terhadap kecelakaan tersebut.

“Bertahanlah Ju! Kamu kuat! Semoga semua getaran yang saya pancarkan dari sini membantu Anda untuk memiliki kekuatan untuk melanjutkan! Kita semua akan bersama-sama merayakan hidupmu!” tulisnya di akun Juliana.

Tim Basarnas Mataram saat ini masih terus melanjutkan proses evakuasi korban. Belum ada kabar terbaru perkembangan penyelamatan hingga berita ini diturunkan.

Sebelumnya, Ketua Sahabat Pariwisata Nusantara, Rudi Lombok mengeritisi BTNRG yang kesannya lebih memprioritaskan denda terhadap pendaki ketimbang keselamatan pendaki.

“Ini lebih banyak dendanya ketimbang fasilitas dan alat keselamatan untuk pendaki,” kata Rudi, Selasa, 24 Juni 2025.

Dia menyoroti regulasi PP Nomor 12 Tahun 2014 di mana banyak pungutan untuk pendaki. Misalnya mengambil snapshot film komersial untuk kategori video komersil dikenakan tarif Rp 10 juta per paket. Kemudian untuk pengambilan gambar melalui handycam senilai Rp 1 juta per paket, dan pengambilan foto sebesar Rp 250 ribu per paket.

Namun, itu tidak sebanding dengan fasilitas keselamatan yang diberikan. Minimnya pembatas di medan yang curam dan terjal hingga alat evakuasi seperti helikopter.

“Padahal status Gunung Rinjani masuk dalam Geopark dunia tapi minim alat keselamatan,” sesalnya.

Pada Senin kemarin, petugas yang menggunakan drone thermal berhasil menemukan korban. Tubuh korban sudah tidak bergerak. Namun petugas kesulitan untuk mengevakuasi korban karena faktor medan yang terjal dan cuaca yang rentan berubah sehingga menyulitkan proses evakuasi.

“Kami terkendala medan yang ekstrem dan berkabut di sekitar lokasi kejadian,” kata Kepala Kantor SAR Mataram, Muhamad Hariyadi, kemarin.