Gagal di Banding, Agus Disabilitas Ajukan Kasasi
KORANNTB.com – Kuasa hukum I Wayan Agus Suartama alias Agus, seorang penyandang disabilitas yang divonis 10 tahun penjara atas kasus pencabulan, menyatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Langkah ini diambil menyusul putusan Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menguatkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Mataram sebelumnya.
Hal itu disampaikan oleh Dr. Ainuddin, kuasa hukum Agus. Ia menegaskan bahwa pihaknya tengah menyiapkan memori kasasi sebagai bentuk upaya hukum terakhir untuk menguji penerapan hukum dalam perkara ini.
“Menanggapi putusan Pengadilan Tinggi NTB yang menguatkan vonis 10 tahun dan denda Rp100 juta, kami akan segera menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Saat ini kami sedang mempersiapkan memori kasasi dengan alasan-alasan hukum yang bersifat limitatif,” ujar Ainuddin, Jumat, 18 Juli 2025.
Ia menekankan bahwa kasasi bukan lagi perkara membuktikan fakta, melainkan menguji apakah majelis hakim di pengadilan tingkat pertama dan banding telah menerapkan hukum secara benar. “Kasasi adalah ranah judex juris, bukan judex facti. Artinya, tidak lagi mempersoalkan kebenaran peristiwa, tetapi menilai apakah hukum telah diterapkan dengan tepat dan sesuai ketentuan,” jelasnya.
Ainuddin menyebut bahwa upaya hukum kasasi ini memiliki dasar hukum yang kuat, yakni:
Pasal 244 KUHAP yang mengatur hak terdakwa atau penuntut umum untuk mengajukan kasasi terhadap putusan pengadilan tinggi.
Pasal 30 dan Pasal 43 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2009.
PERMA No. 6 Tahun 2022 yang mengatur tata cara administrasi kasasi dan peninjauan kembali secara elektronik.

Terkait alasan kasasi, Ainuddin menegaskan bahwa Mahkamah Agung hanya akan menilai pada tiga aspek yang secara limitatif diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, yakni:
- Pengadilan tidak berwenang atau melebihi kewenangan;
- Salah dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
- Kelalaian memenuhi syarat formil yang diwajibkan undang-undang dan dapat menyebabkan batalnya putusan.
“Kami akan menganalisis secara mendalam apakah terdapat kekeliruan penerapan hukum, pelanggaran terhadap asas peradilan yang adil, atau ada proses hukum yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Fokus utama kami adalah pada aspek yuridis murni,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus yang melibatkan penyandang disabilitas seperti Agus, pengadilan seharusnya lebih berhati-hati dalam menilai bukti dan mempertimbangkan kondisi terdakwa.
“Kami tidak mempersoalkan perlindungan terhadap korban, tetapi bagaimana proses hukum berjalan adil, transparan, dan sesuai prinsip-prinsip hukum acara yang benar,” tegasnya.
Seperti diketahui, Agus sebelumnya divonis 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta oleh PN Mataram karena dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencabulan terhadap lebih dari satu orang. Putusan tersebut kemudian dikuatkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi NTB yang diketuai Dewi Perwitasari, S.H., M.H.
Meski demikian, pihak Agus tetap meyakini bahwa masih ada ruang koreksi hukum yang harus diberikan melalui jalur kasasi.
“Kami percaya Mahkamah Agung akan menilai secara objektif. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal apakah hukum telah ditegakkan dengan benar dan adil,” kata Ainuddin.