Banyak Kasus Pelajar Diduga Keracunan MBG di Lombok
KORANNTB.com – Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dihajatkan untuk peningkatan gizi dan kesehatan, namun berubah menjadi racun terhadap pelajar. Ada banyak kasus pelajar diduga keracunan MBG di Lombok.
Sebanyak 17 anak Sekokah Dasar Negeri (SDN) 1 Desa Selat Kecamatan Narmada Lombok Barat diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi MBG. Kejadian terjadi pada Rabu, 3 September 2025. Mereka kemudian dilarikan ke puskesmas.
“Mereka diduga keracunan MBG,” kata Kepala UPT Puskesmas Suranadi, Billia Milkan.
Hari yang sama, seorang siswa SDN 2 Cakranegara diduga mengalami keracunan MBG. Pihak sekolah mengklaim telah melakukan koordinasi dengan Satuan Pelayanan dan Pemenuhan Gizi (SPPG) setempat atas kejadian tersebut.
Mundur pada 19 Agustus 2025, seorang siswa kelas XII SMK Karya Adi Husana berinisial CW dilarikan ke pusat medis akibat mengalami pusing, mual dan sakit perut setelah mengonsumsi MBG.
Sementara di Lombok Tengah, lima siswa SDN Repok Tunjang, Desa Taman Indah, Kecamatan Pringgarata dilarikan ke puskesmas diduga keracunan MBG pada Rabu, 23 April 2025 lalu. Ironisnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Lombok Tengah menemukan kandungan bakteri Escherichia coli (E-coli) pada menu MBG yang dikonsumsi.
Kepala Dapur UD. Ahmad Zaini yang menyediakan MBG meminta maaf dan berjanji akan melakukan evaluasi.
Kemudian di SDN Nyiur Lembang, Narmada dua anak dilaporkan diduga keracunan MBG.
Makanan Tak Layak
Maraknya kasus keracunan MBG di Lombok ini menjadi bahan evaluasi terhadap seluruh pelaksana program MBG.
Ketua Gugus 4 Kecamatan Narmada, Bahrudin, sebelumnya mengatakan kualitas makanan yang disajikan di sekolah-sekolah sangat dalam kondisi buruk dan nyaris tidak layak dikonsumsi.
“Semua makanan yang datang itu sudah dingin, jadi kadang ada yang sampai di sekolah juga sudah pada basi,” ujarnya.
Dia mengatakan proses memasak mulai pukul 02.00 dini hari, baru kumudian pukul 09.00 pagi diantar, sehingga kondusi makanan cukup lama sekitar tujuh jam baru kemudian didistribusikan ke pelajar. Ini disinyalir menjadi penyebab makanan datang dingin dan bahkan basi.
“Kita nggak mau anak kita terus-menerus dikasih makanan basi,” sesalnya.
Dikepung Risiko Korupsi
Transparency International Indonesia (TII) memperingatkan bahwa MBG yang digadang-gadang sebagai terobosan sosial pemerintah, justru berpotensi menjadi ladang praktik korupsi sistemik. Dalam kajian terbarunya, TII menilai program ini belum memenuhi standar tata kelola yang baik dan berisiko menimbulkan pemborosan anggaran negara.
Kebijakan ini diperkirakan mendorong pelebaran defisit anggaran hingga mencapai 3,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang berarti melampaui batas maksimal defisit 3 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Kerugian keuangan negara ini ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun di setiap SPPG.
“Program MBG tampak menjanjikan di atas kertas, namun gagal memenuhi prasyarat tata kelola yang sehat. Tingginya kerentanan korupsi dalam program MBG menunjukkan program ini harus dimoratorium segera supaya tidak memperbesar kerugian negara,” ujar Agus Sarwono, Peneliti Transparency International Indonesia.
Transparency International Indonesia secara spesifik mengidentifikasi lima titik rawan korupsi dalam pelaksanaan program MBG, sebagai berikut:
- Ketiadaan Regulasi Pelaksana
Hingga pertengahan 2025, MBG masih dijalankan hanya dengan petunjuk teknis internal. Tidak adanya Peraturan Presiden membuat pelaksanaan program tidak memiliki pijakan hukum yang cukup, serta mengaburkan mandat koordinasi lintas sektor.
- Konflik Kepentingan Kronis
Penunjukan mitra pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dilakukan tanpa mekanisme verifikasi terbuka. Beberapa yayasan pengelola diketahui memiliki afiliasi dengan aktor politik, institusi militer dan kepolisian, serta kelompok kekuasaan tertentu.
Sebagai contoh, polisi lalu lintas yang seharusnya bertugas menjaga keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas justru terlibat dalam distribusi MBG. Hal ini menciptakan akses preferensial yang merusak prinsip meritokrasi dan netralitas layanan publik.
- Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Rawan Manipulasi
Kajian menunjukkan proses PBJ dalam MBG tidak mengindahkan prinsip transparansi. Banyak aktivitas pengadaan dilakukan tanpa dokumentasi terbuka, dan tidak dilengkapi dengan sistem pengawasan berbasis data. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK, sektor PBJ masih mendominasi kasus suap dan gratifikasi, dan MBG menunjukkan indikasi kuat mengarah ke sana.
- Lemahnya Pengawasan
Lemahnya pengawasan membuka celah bagi praktik mark-up harga, dengan penggunaan bahan pangan berkualitas rendah atau tidak layak konsumsi. Salah satu preseden implementasi MBG adalah siswa keracunan makan siang. Belum lagi, terkait pengawasan terhadap pengadaan barang dan jasa.
- Meningkatnya risiko kerugian keuangan negara (potential loss)
Dari hasil kajian Corruption Risk Assessment (CRA) program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjangkau 82,9 juta penerima manfaat tanpa melakukan prioritas penerima manfaat, berisiko membebani anggaran negara. Kebijakan ini berpotensi mendorong pelebaran defisit anggaran hingga mencapai 3,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang berarti melampaui batas maksimal defisit 3% PDB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Kerugian keuangan negara ini ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun di setiap SPPG.
Rekomendasi dan Seruan Perbaikan
- Moratorium program MakanBergizi Gratis (MBG)
- Pemerintah perlu segera menyusun dan menetapkan Peraturan Presiden yang menjadi payung hukum utama bagi pelaksanaan program MBG
- Badan Gizi Nasional sebagai pelaksana utama perlu memperkuat kapasitas tata kelola kelembagaannya.
- Pendekatan segmented coverage yang lebih menekankan pada distribusi yang lebih merata dan berbasis kebutuhan dapat memastikan bahwa program menjangkau kelompok sasaran secara lebih adil, terutama bagi kelompok-kelompok rentan di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T).
- Pembenahan total terhadap mekanisme seleksi dan verifikasi mitra pelaksana, khususnya pihak pengelola SPPG yang berlandaskan prinsip pengadaan barang dan/jasa yang adil dan berintegritas.
- Pengawasan eksternal perlu diperluas dan dilembagakan secara sistematis. Pemerintah pusat dan daerah harus mendorong pelibatan aktif organisasi masyarakat sipil, satuan pendidikan sertakomunitas penerima manfaat dalam pengawasan mutu makanan, distribusi, dan penggunaan anggaran.
- Diperlukan audit berkala terhadap pelaksanaan program MBG, baik dari sisi kinerja maupun keuangan. Audit ini harus dilaporkan secara terbuka kepada publik, dan hasilnya dijadikan dasar perbaikan kebijakan secara periodik.