KORANNTB.com — Akademisi Universitas Mataram, Prof. Zainal Asikin, menilai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat bersikap serius dalam menangani kasus dugaan dana siluman di DPRD NTB. Ia menyebut kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik, sehingga aparat penegak hukum (APH) tidak boleh bermain-main.

Prof. Zainal Asikin menjelaskan bahwa Kejati menganggap kasus ini sebagai gratifikasi karena melibatkan uang swasta yang dijanjikan sebelum dana negara keluar.

“Kejati mengatakan ini gratifikasi karena uang itu ijon dari swasta. Swasta merelakan uang untuk pokir, maka ini menjadi gratifikasi karena uang negara belum keluar,” ujarnya sebagaimana podcast Tv9.

Menurutnya, kasus dana siluman tersebut memiliki dua dimensi hukum yang bisa diterapkan.

“Kasus tersebut ada dua dimensi. Bisa masuk ke dimensi korupsi dan bisa masuk ke dimensi gratifikasi. Mana mau diterapkan oleh Kejaksaan Tinggi tergantung bukti materiil. Karena kalau hukum pidana yang dicari bukan kebenaran formil tapi kebenaran materiil,” jelasnya.

Ia menilai langkah Kejati sudah tepat karena menangani persoalan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.

“Saya lihat Kejati sangat serius mendalami karena dana siluman ini menyangkut isu publik. Enggak mungkin APH ini main-main kalau sebuah kasus menjadi ranah publik. Pasti endingnya ini (ada) tersangka,” kata Prof. Asikin.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penegak hukum tidak boleh main-main dalam perkara yang menjadi sorotan masyarakat.

“Karena enggak boleh main-main kalau suatu kasus menjadi perhatian publik,” tegasnya.

“Ngapain APH akan bermain-main dengan kasus yang menjadi perhatian publik. Apalagi menjadi pengawasan Kejagung. Kasus ini menjadi perhatian pusat maka terlalu berisiko kalau Kejati main-main,” sambungnya.

Menurut Prof. Asikin, Kejati kini sudah menunjukkan keseriusan dalam mendalami kasus tersebut.

“Kejati serius ini. Cuma Kejati masih berpikir domain hukum mana yang mau diterapkan. Tapi yang sudah diterapkan adalah gratifikasi,” katanya.

Ia menambahkan, dugaan dana siluman kini sudah tidak lagi samar dan mulai terungkap jelas.

“Ini sudah tidak jadi siluman sudah terang benderang. Kalau dulu aph belum menemukan dari swasta atau dari pemerintah uang yang digeser,” ujarnya.

Prof. Asikin menilai, baik pemberi maupun penerima bisa saja dijerat karena keterlibatan dalam praktik gratifikasi.

“Ini berpotensi menjadi tersangka karena pemberi dan penerima terlibat gratifikasi,” tutupnya.

Latar Belakang Kasus

Kasus dugaan “dana siluman” DPRD NTB bermula dari temuan aliran dana pokok pikiran (pokir) tahun anggaran 2025 yang diduga berasal dari pihak swasta. Uang tersebut disebut sebagai “ijon” atau komitmen sebelum proyek daerah dijalankan.

Kejaksaan Tinggi NTB telah memeriksa sejumlah anggota DPRD dan pejabat pemerintah provinsi. Hingga kini, total pengembalian uang yang diterima Kejati menembus lebih dari Rp2 miliar, setelah sebelumnya sekitar Rp1,8 miliar telah dikembalikan oleh beberapa anggota dewan.

Kejati NTB menyatakan penyelidikan masih terus berlangsung untuk menentukan pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi tersebut. Kini tinggal selangkah lagi penetapan tersangka dilakukan. Kejaksaan masih berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung yang turut mengatensi kasus tersebut.