Anggota DPRD NTB Buka-bukaan Awal Mula Kasus Dana Siluman
KORANNTB.com — Anggota Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Abdul Rahim, yang akrab disapa Bram, mengungkap kronologi awal mula munculnya dugaan dana siluman yang kini menjadi sorotan publik. Ia menceritakan bagaimana dirinya ditawari program senilai miliaran rupiah yang belakangan menjadi polemik di lembaga legislatif daerah tersebut.
Dalam forum diskusi publik KNPI Talk Vol. 2 di Tuwa Kawa Café, Mataram, Senin malam (10/11), Bram memaparkan pengalamannya sejak awal kasus itu mencuat pada Maret hingga Juli 2025. Ia mengaku awalnya didatangi oleh seseorang yang disebut sebagai utusan menawarkan program.
“Periode Maret atau April saya didatangi salah satu sahabat saya menawarkan program. Saya kaget dan bangga, karena yang datang utusan untuk memberikan program,” ujar Bram.
Menurutnya, orang yang datang tersebut menyampaikan bahwa setiap anggota dewan baru mendapatkan program dengan nilai tertentu.
“Dia bilang kita teman-teman (DPRD NTB) baru dianggarkan Rp2 miliar. Dia bilang Pak Gubernur memberikan kami program, saya bilang luar biasa pak gubernur. Intinya program perhubungan dan desa pengentasan kemiskinan,” ungkapnya.
Bram kemudian menindaklanjuti tawaran itu dengan menyiapkan proposal kegiatan yang diminta.
“Langsung saya susun dan kirim ke sahabat saya yang datang itu,” katanya.
Namun, setelah beberapa waktu, orang tersebut kembali mendatanginya dengan tawaran lain yang membuatnya terkejut.
“Beriling jalannya waktu beliau datang lagi. Saya bangga karena saya belum punya Pokir. Ini saya bantah karena ini bukan Pokir. Kita belum punya Pokir,” ujar Bram.
Menurutnya, tawaran kemudian berubah menjadi pemberian uang tunai dengan nominal ratusan juta rupiah.
“Periode mei Juli beliau datangi saya malam hari menyampaikan: kita terima uang saja. Terima gambaran uangnya 200-300 juta. Saya kaget dan enggak berani. Jelas sangat salah,” ujarnya.
Ia mengatakan sempat berdebat dengan utusan tersebut dan menolak tawaran uang itu secara tegas.
“Saya berdebat dan saat saya tolak mentah-mentah. Beliau mengonfirmasi ke bosnya. Ada seseorang ditelp ‘Maaf Bram nolak’ akhirnya beliau pamit pulang,” ungkapnya.
Penolakan itu membuatnya semakin penasaran terhadap kebenaran program yang ditawarkan.
“Setelah kejadian ini rasa ingin tahu saya kuat, benar gak program ini. Kita sama-sama saling rahasia jangan-jangan hanya saya aja yang ditawarkan. Padahal ini sudah ribut,” ujarnya.
Bram kemudian mencoba mengonfirmasi kepada rekan-rekannya sesama anggota DPRD NTB dan menemukan bahwa tawaran serupa juga diterima oleh banyak anggota lain.
“Saya coba konfirmasi ternyata hampir semua anggota dewan baru disiapkan program itu. Disiapkan cash money. Saya tidak tahu persis siapa saja yang menerima,” ucapnya.
Ia mengaku sempat dipanggil ke ruang DPRD dan bertemu langsung dengan beberapa pejabat penting, termasuk gubernur dan pimpinan dewan.
“Karena saya sudah ribut di lembaga ini, dipanggil di ruang DPRD. Di sana menunggu Pak Gubernur, Ketua DPRD dan pimpinan DPRD,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, ia menanyakan langsung kepada gubernur mengenai asal dan maksud program tersebut.
“Saya tanya Gubernur ini apa sebenarnya: Dia bilang saya menyiapkan program sama-sama 2 miliar. Tapi saya tidak pernah memerintahkan untuk membagi-bagikan uang, kata Gubernur,” ungkap Bram.
Ia menyampaikan bahwa dirinya sempat mengapresiasi adanya program tersebut, namun kecewa dengan praktik yang terjadi di lapangan.
“Saya sampai ke Pak Gubernur, saya bangga karena ditawari program tapi praktik di dalamnya beda. Karena ada teman menerima, kata si pemberi ini titipan dari BLA BLA BLA. Sekarang yang menjadi benang kusut di sini, ini ide ada inisiatif memberi ke teman-teman yang baru,” jelasnya.
Bram menyebut bahwa program yang ditawarkan bukan merupakan bagian dari pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota dewan, melainkan inisiatif dari pemerintah provinsi.
“Saya menamakan itu direktif bukan Pokir, karena inisiatif Pemprov,” tegasnya.
Latar Belakang
Kasus dugaan dana siluman DPRD NTB bermula dari temuan adanya aliran dana pokok pikiran (pokir) tahun anggaran 2025 yang diduga bersumber dari pihak swasta. Kejaksaan Tinggi NTB menyebut pola pemberian uang itu menyerupai gratifikasi karena melibatkan komitmen sebelum dana APBD dicairkan.
Sejumlah anggota DPRD NTB dan pejabat pemerintah provinsi telah diperiksa dalam penyelidikan ini. Hingga awal November 2025, Kejati NTB telah menerima pengembalian uang lebih dari Rp2 miliar dari beberapa pihak yang terkait dengan kasus tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut integritas lembaga legislatif dan transparansi pengelolaan anggaran daerah. Kejati NTB menyatakan penyidikan masih berjalan untuk menentukan pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka.
