KORANNTB.com – Tiga Anggota DPRD NTB telah ditahan dalam kasus aliran dana siluman yang dibagikan ke sejumlah anggota dewan. Ketiganya adalah Indra Jaya Usman selaku Ketua DPD Partai Demokrat NTB, Sekretaris DPW Perindo NTB M. Nashib Ikroman dan Hamdan Kasim selaku Ketua Komisi IV DPRD NTB dari Fraksi Golkar. Mereka diduga sebagai pemberi dana ke sejumlah dewan.

Namun publik masih bertanya, dari mana sumber dana siluman dan untuk apa dana tersebut dibagikan ke sejumlah dewan?

Bagian dari Strategi

Hingga saat ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB masih enggan membuka ke publik sumber dana siluman dan keperuntukan dana tersebut, karena menyangkut bagian dari strategi penyidikan.

“Tujuannya masih kita lihat ya,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Muh Zulkifli Said, kemarin.

Dia mengatakan, jaksa telah mengetahui tujuan uang tersebut dibagikan ke dewan, namun enggan untuk membuka dulu ke publik hingga penyidikan betul-betul berakhir.

“Sudah (tahu). Yang jelas ada strategi penyidikan yang kami terapkan juga. Jangan sampai terbuka semua,” ujarnya.

Hal yang sama juga dengan sumber dana siluman. Aspidsus enggan membukanya karena merupakan rangkaian dari strategi penyidikan.

“Intinya tidak dari situ-situ semuanya. Pokoknya intinya di situ, bukan juga dari pokir, bukan dari APBD,” katanya.

Dia menegaskan bahwa dana tersebut bukan dari anggaran negara. Ini selaras dengan pasal yang diterapkan terhadap ketiga tersangka, di mana masuk dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Pasal tersebut berkaitan dengan gratifikasi, bukan bagian dari delik yang mengatur kerugian negara. Sehingga, pasal yang diterapkan juga merupakan pasal gratifikasi.

Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan untuk penambahan pasal lainnya.

“Nanti kkita lihat perkembangannya, itu kan pasal yang masih bisa kita, jadi sekarang ini kita masih bisa menambah pasal. Aturannya seperti itu,” terangnya.

Kasus tersebut telah memeriksa lebih dari 50 saksi. Mulai dari sejumlah anggota dewan dan pimpinan hingga Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

“Sudah 50 lebih saksi (diperiksa), dari TPAD ada,” ujarnya.

Asal Usul Dana Siluman

Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Abdul Rahim, yang akrab disapa Bram, mengungkap asal usul dana misterius tersebut. Bram memaparkan pengalamannya sejak awal kasus itu mencuat pada Maret hingga Juli 2025. Ia mengaku awalnya didatangi oleh seseorang yang disebut sebagai utusan menawarkan program.

“Periode Maret atau April saya didatangi salah satu sahabat saya menawarkan program. Saya kaget dan bangga, karena yang datang utusan untuk memberikan program,” ujar Bram.

Menurutnya, orang yang datang tersebut menyampaikan bahwa setiap anggota dewan baru mendapatkan program dengan nilai tertentu.

“Dia bilang kita teman-teman (DPRD NTB) baru dianggarkan Rp2 miliar. Dia bilang Pak Gubernur memberikan kami program, saya bilang luar biasa pak gubernur. Intinya program perhubungan dan desa pengentasan kemiskinan,” ungkapnya.

Bram kemudian menindaklanjuti tawaran itu dengan menyiapkan proposal kegiatan yang diminta.

Namun, setelah beberapa waktu, orang tersebut kembali mendatanginya dengan tawaran lain yang membuatnya terkejut.

“Beriling jalannya waktu beliau datang lagi. Saya bangga karena saya belum punya Pokir. Ini saya bantah karena ini bukan Pokir. Kita belum punya Pokir,” ujar Bram.

Menurutnya, tawaran kemudian berubah menjadi pemberian uang tunai dengan nominal ratusan juta rupiah.

“Periode Mei Juli beliau datangi saya malam hari menyampaikan: kita terima uang saja. Terima gambaran uangnya 200-300 juta. Saya kaget dan enggak berani. Jelas sangat salah,” ujarnya.

Ia mengatakan sempat berdebat dengan utusan tersebut dan menolak tawaran uang itu secara tegas.

Klarifikasi ke Gubernur

Bram mengaku sempat dipanggil ke ruang DPRD dan bertemu langsung dengan beberapa pejabat penting, termasuk gubernur dan pimpinan dewan.

“Karena saya sudah ribut di lembaga ini, dipanggil di ruang DPRD. Di sana menunggu Pak Gubernur, Ketua DPRD dan pimpinan DPRD,” ujarnya.

Dalam pertemuan itu, ia menanyakan langsung kepada gubernur mengenai asal dan maksud program tersebut.

“Saya tanya Gubernur ini apa sebenarnya: Dia bilang saya menyiapkan program sama-sama 2 miliar. Tapi saya tidak pernah memerintahkan untuk membagi-bagikan uang, kata Gubernur,” ungkap Bram.

Ia menyampaikan bahwa dirinya sempat mengapresiasi adanya program tersebut, namun kecewa dengan praktik yang terjadi di lapangan.

“Saya sampai ke Pak Gubernur, saya bangga karena ditawari program tapi praktik di dalamnya beda. Karena ada teman menerima, kata si pemberi ini titipan dari BLA BLA BLA. Sekarang yang menjadi benang kusut di sini, ini ide ada inisiatif memberi ke teman-teman yang baru,” jelasnya.

Bram menyebut bahwa program yang ditawarkan bukan merupakan bagian dari pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota dewan, melainkan inisiatif dari pemerintah provinsi.

“Saya menamakan itu direktif bukan Pokir, karena inisiatif Pemprov,” tegasnya.

Proyek yang Dijual?

Kesaksian Bram tersebut telah disampaikan ke Kejati NTB saat diperiksa sebagai saksi. Dia mengatakan sumber uang berasal dari pemberian program oleh Gubernur NTB kepada dewan yang baru, karena dewan baru belum memiliki Pokir.

Namun pada praktiknya, program tersebut justru diberikan sudah dalam bentuk uang yang diduga hasil fee penjualan program atau proyek tersebut.

Jika kembali ke pernyataan Aspidsus Kejati NTB bawa sumber uang bukan dari Pokir maupun APBD, patut diduga berasal dari pihak swasta.

Meski demikian, belum diketahui persis dari mana sumber utuh dana tersebut berasal.