Banding Ditolak, Aris Chandra Resmi Dipecat dari Kepolisian
KORANNTB.com – Satu tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nurhadi resmi dipecat dari institusi kepolisian. Dialah I Gde Aris Chandra Widianto yang sebelumnya berpangkat Ipda, kini berakhir dengan pemecatan dari profesinya sebagai polisi.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan putusan banding terhadap Aris Chandra telah keluar dan dia resmi dipecat dari kepolisian setelah bandingnya ditolak.
“Kalau untuk Aris sudah selesai, sudah ditolak dan sudah dilakukan upacara pemecatan,” katanya, Jumat, 28 November 2025.
Sementara untuk Kompol I Made Yogi Purusa Utama saat ini masih melakukan upaya banding. Upaya bandingnya belum diputuskan hingga kini. Meski demikian saat sidang etik sebelumnya, Yogi dan Aris sama-sama dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), namun Yogi menempuh upaya banding.
“Masih sidang, yang etiknya sudah diputus tapi dia banding,” ujarnya.
Jalannya Kasus
Sebagai informasi, Yogi dan Aris saat ini menjalani sidang pidana dalam kasus kematian Brigadir Nurhadi. Sidang telah digelar di Pengadilan Negeri Mataram, dan pada 1 Desember mendatang memasuki tahap pembuktian dengan pemeriksaan saksi-saksi.
Jaksa sebelumnya mendakwa mereka terlibat dalam kasus kematian Nurhadi. Mereka juga disebut merintangi upaya penyidikan dengan melakukan intervensi hukum.
Jaksa mengungkap bahwa pada Jumat, 18 April 2025 sekitar pukul 07.00 WITA, Yogi dan Aris menghubungi AKP Punguan dengan maksud meminta penghapusan rekaman CCTV di Villa Tekek. Rekaman tersebut diduga memuat video yang menampilkan saksi bernama Misri. Yogi disebut takut jika video itu diketahui oleh istrinya dan dapat memicu masalah rumah tangga, termasuk perceraian.
Selain meminta penghapusan rekaman, Yogi juga berusaha memantau setiap perkembangan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan tim reserse Polres Lombok Utara. Ia bahkan keberatan dengan pasal yang ditetapkan oleh penyidik, yakni Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dengan alasan keluarga korban menolak dilakukan autopsi.
Jaksa juga menyebut tindakan terdakwa telah mengganggu prosedur standar yang seharusnya dilakukan pihak medis.
Menurut dakwaan, saat pihak klinik hendak melakukan pendokumentasian jenazah sesuai prosedur, seperti proses identifikasi dan pengambilan foto untuk rekam medis, terdakwa Yogi melarang dengan berkata, “Tidak boleh foto.” Akibatnya, petugas medis tidak berani mendokumentasikan kondisi jenazah dan tidak membuat rekam medis lengkap.
Melawan jaksa, keduanya mengajukan eksepsi. Sayangnya eksepsi keduanya ditolak majelis, hingga sidang akan dilanjutkan dengan pembuktian.
