Kasus Kematian Brigadir Nurhadi: dr Lingga Bakal Dilaporkan ke Dewan Etik Kedokteran
KORANNTB.com – Pihak keluarga Brigadir Nurhadi akan menempuh langkah untuk melaporkan dr Lingga Kristina seorang dokter yang bekerja di Klinik Warna Medica di Gili Trawangan. Hal tersebut karena ada dugaan dr Lingga memanipulasi surat kematian korban.
Kuasa hukum keluarga Brigadir Nurhadi, Giras Genta Tiwikrama, mengatakan dr Lingga akan dilaporkan ke dewan etik kedokteran.
“Setelah kami berdiskusi dengan pihak keluarga istri almarhum Brigadir Nurhadi, rencananya kami akan mengambil langkah untuk melaporkan ke dewan etik kedokteran terkait dengan surat keterangan yang dibuat oleh dr Lingga,” katanya, Senin, 8 Desember 2025.
Genta mengatakan saat bersaksi di sidang, dr Lingga mengaku khilaf dan mengakui menyalahi SOP.
“Seperti yang disampaikan dalam persidangan tadi, dia mengakui kalau dia khilaf dan tidak sesuai dengan SOP,” ujarnya.
Menurut Genta, jika dibiarkan, akan menyalahi profesi kedokteran yang menjunjung kode etik, sehingga masyarakat tidak lagi mempercayai profesi dokter.
“Ini nanti kami khawatirkan kalau dibiarkan bisa menimbulkan keresahan di masyarakat, jadi masyarakat tidak bisa percaya lagi dengan profesi kedokteran, karena data bisa dimanipulasi seperti itu,” katanya.
Apalagi kata Genta, saat bersaksi di sidang kemarin, dr Lingga mengakui tidak ada ancaman saat memanipulasi surat.
“Dia mengakui ada permintaan. Apakah ada ancaman, dia jawab tidak ada. Apa dia semudah itu mengiyakan permintaan seseorang padahal profesi yang harusnya junjung tinggi kode etik,” ujarnya.
Dicecar Jaksa
Sebelumnya, jaksa Senin kemarin menhadirkan dokter dan petugas di Klinik Warna Medica yang menangani korban Nurhadi. Dua dokter yang dihadirkan adalah dr Lingga Kristina dan dr Rembo. Sementara dari petugas perawat yang dihadirkan adalah Rendi Ade Saputra. Kemudian dari pekerja klinik dihadirkan juga saksi bernama Doni Irawan. Mereka semua bekerja di Klinik Warna Medica.
Jaksa mencecar dr Lingga dengan pertanyaan-pertanyaan soal kematian korban. Jaksa bertanya mengapa dalam surat kematian, korban disebut meninggal tenggelam, padahal belum ada autopsi terhadap korban. Dokter saat itu hanya memeriksa bagian tubuh korban seperti jantung hingga kadar oksigen.
Dokter Lingga menjawab bahwa dia khilaf dan mengakui bersalah. Setelah berkonsultasi dengan guru besarnya, dia mengakui bahwa memang kematian dibagi dua yaitu wajar dan tidak wajar.
“Itu saya khilaf setelah saya konsultasi dengan guru besar saya ternyata ada mati wajar dan mati tidak wajar. Mati wajar untuk pasien sakit dan mati tidak wajar untuk pasien tenggelam kecelakaan dll,” ujarnya.
Dia mengaku diagnosa korban tenggelam dari dirinya sendiri.
“Diagnosa tenggelam berdasarkan saya sendiri karena memeriksa dari fisiknya,” katanya.
Kemudian jaksa juga bertanya soal waktu kematian dibuat dengan menyertai tahun 2024 dan zona waktu WIB. Padahal kejadiannya pada 2025 dengan zona waktu WITA.
“Maaf saya salah seharusnya bukan 2024, bukan WIB,” ujar Lingga.
Dia juga mengaku tidak membua medical report atas permintaan dari terdakwa Aris Chandra.
“Kami tidak melakukan medical report dan pemeriksaan luar karena Pak Aris memberitahukan kami tidak boleh ada foto, pemeriksaan dan tidak boleh ada identitas,” katanya.
Surat kematian pun dibuat mundur dua hari karena ada permintaan dari pihak Polres Lombok Utara. Bahkan yang memberikan identitas korban dari Polres Lombok Utara.
“Surat kematian kami membuat mundur tidak saat itu. Seingat saya satu dua hari setelah kejadian. Ada pihak kepolisian KLU yang datang minta surat kematian dan memberikan identitas dan meminta surat kematian,” ujarnya.
