KORANNTB.com – Enam aktivis yang menjadi terdakwa dalam kasus perusakan Polda NTB dibebaskan oleh hakim setelah eksepsi yang dilayangkan diterima, Rabu, 17 Desember 2025.

Dalam putusan sela, hakim ketua, Rosihan Luthfi memutuskan dengan amar; “Mengadili: menyatakan keberatan (eksepsi) penasihat hukum para terdakwa tersebut diterima; Menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg: PDM-4779/N.2.10 Eoh.2/10/2025 tanggal 12 November 2025 batal demi hukum; 3. Memerintahkan mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum; 4. Memerintahkan para terdakwa dibebaskan dari tahanan; 5. Membebankan biaya perkara kepada negara sejumlah nihil.”

Penasihat hukum para terdakwa, Andre Saputra mengatakan hakim mengabulkan eksepsi karena terdapat sejumlah kejanggalan dalam dakwaan jaksa penuntut. Pertama, terkait penerapan pasal 170 dan 406 KUHP terhadap terdakwa. Perbedaan pasal terhadap masing-masing terdakwa seharusnya perkara tersebut dipisahkan atau split, bukan justru digabungkan.

Sebagai informasi, pasal 170 menitikberatkan pada tindakan kekerasan terhadap orang atau barang secara kolektif. Sedangkan pasal 406 ada fokus tindakan menghancurkan, merusak, atau menghilangkan barang milik orang lain secara pribadi atau bukan kolektif.

Kemudian terkait obscuur libel (dakwaan kabur) dalam dakwaan jaksa. Dari enam terdakwa, ada yang justru tidak disebut namanya dalam dakwaan.

“Dalam dakwaan ada terdakwa III dan IV sama namanya, jadi ada satu terdakwa yang tidak disebut dalam dakwaan,” ujarnya.

Atas putusan sela tersebut, Andre berharap jaksa dapat membebaskan para terdakwa kasus perusakan Polda NTB dari tahanan, karena telah diperintahkan oleh hakim dalam putusan sela tersebut.

“Kami penasihat hukum dan aliansi mendesak kejaksaan dan Kalapas untuk agar enam terdakwa dibebaskan. Terlepas dari soal adminstratif yang diselesaikan,” katanya.

Dakwaan Tidak Jelas

Penasihat hukum lainnya, Badarudin mengatakan dalam dakwaan jaksa menyebut nama salah satu terdakwa yaitu terdakwa ketiga, Lalu Aji Sanjaya Putra justru masuk juga namanya di terdakwa IV, sehingga satu terdakwa tidak disebut namanya dalam dakwaan.

“Ini menunjukkan fakta yang terang dan benderang mengenai ketidakjelasan siapa sebenarnya nama dari Terdakwa III dalam dakwaan saudara penuntut umum,” ujarnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan fakta tersebut, tidak benar klaim penuntut umum yang menyatakan dakwaan mereka disusun secara cermat, jelas dan lengkap.

“Oleh karena surat dakwaan pertama dan surat dakwaan kedua merupakan satu kesatuan dalam perkara ini. Maka Surat Dakwaan No. Reg: PDM-4779/N.2.10 Eoh.2/10/2025 Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mataram untuk Terdakwa I Ferry Adrian Als Ferry, DKK tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum,” ujarnya.

Kemudian, berdasarkan uraian surat dakwaan, jaksa penuntut umum mengurai fakta masing-masing terdakwa melakukan perbuatan yang berbeda-beda serta akibat yang berbeda-beda pula. Sedangkan pasal yang dituduhkan kepada para terdakwa itu merupakan perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama.

“Sehingga terdapatkan ketidaksesuaian antar uraian fakta perbuatan masing-masing dengan pasal yang dituduhkan dalam hal ini pasal 170 KUHP dalam surat dakwaan penuntut umum,” jelasnya.