Seleksi Sekda, Gubernur akan Kedepankan Rasio Ketimbang Identitas
KoranNTB.com – Pelaksana Tugas (Plt) jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi NTB, diamanahkan pada Dra Hj Baiq Eva Nurcahya Ningsih.
Baiq Eva sendiri juga Assisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda NTB. Dia diamanahkan mengganti posisi Rosiadi Sayuti yang kembali ke dunia pendidikan.
Hiruk-pikuk pergantian Sekda santer mengemuka di khalayak ramai. Nama-nama baru muncul sebagai calon Sekda. Bahkan, beberapa pihak menawarkan Sekda diisi oleh putra atau putri dari Bima atau Dompu, dengan alasan keseimbangan berkebangsaan, karena Gubernur NTB asal Sumbawa dan wakilnya asal Lombok, sehingga orang nomor tiga di NTB harus diisi dengan orang Dompu atau Bima.
Usulan mengangkat Sekda berbasis identitas kedaerahan ditentang Aktivis HMI sekaligus Wakil Ketua KNPI NTB, Muh Isnaini AR.
Isnaini tidak sepakat jika pemilihan Sekda mengacu pada identitas daerah asal calon. Dia meyakini Gubernur NTB tidak akan memilih Sekda hanya karena tekanan tanpa pertimbangan yang matang.
“Sebagai gubernur yang dikenal memiliki kecerdesan dan intelektual yang tinggi, tentu gubernur tidak akan memilih Sekda berdasarkan tekanan dan permintaan berdasarkan identitas wilayah yang alasannya dipaksakan demi keterwakilan wilayah. Namun gubernur akan mengedepankan sisi kopentensi yang dimiliki oleh kandidat Sekda yang akan dipilih,” ujarnya, Rabu, 12 Juni 2019.
Dia menegaskan, alasan keterwakilan wilayah dalam pemilihan Sekda dapat merusak citra demokrasi. Mengingat, Gubernur NTB asal Sumbawa dipilih masyarakat NTB bukan berlatar keterwakilan wilayah, namun diyakini dapat memimpin dengan tanggung jawab.
“Alasan keterwakilan wilayah dalam penentuan sekda dapat merusak proses demokrasi yang telah kita lewati dalam pilgub 2017 lalu. Terpilihnya Doktor Zul sebagai gubernur yang berasal dari Pulau Sumbawa menandakan bahwa masyarakat NTB telah dewasa dalam memaknai kepemimpinan,” jelasnya.
“Artinya jangan kita rusak lagi suasana tersebut. Jika kita bicara soal keterwakilan wilayah, maka sampai kiamat Gubernur NTB tidak akan pernah dari Pulau Sumbawa dalam rezim pemilihan langsung ini. Tapi nyatanya rakyat NTB tidak mengedepankan politik identitas tapi mengedepankan politik etis dan politik nilai sehingga terpilihlah gubernur yang sekarang, yang oleh masyarakat NTB nilai mampu mengemban amanah,” paparnya lugas.
Isnaini meminta masyarakat agar lebih dewasa dengan tidak merusak kehidupan sosial dan kultural yang telah terbangun begitu harmonis di NTB.
“Saya berharap Gubernur NTB memilih Sekda berdasarkan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki, bukan berdasarkan suku. Keadilan wilayah itu bukan jabatan harus diisi penuh oleh wakil dari seluruh wilayah tapi bagaimana pendistribusian keadilan kesejahteraan dan pembangunan dapat merata ke semua wilayah,” imbaunya.
Dia menjelaskan, siapapun calon Sekda terpilih, jika memiliki potensi dan kemampuan serta memenuhi syarat, maka itu yang seharusnya diangkat sebagai Sekda.
“Darimanapun asalnya, bahkan dari luar NTB sekalipun jika dia memiliki potensi dan kemampuan serta memenuhi syarat maka pilih dia. Jangan kedepankan identitas, dan Gubernur NTB saya yakin bukanlah tipikal politisi yang mengedepankan identitas melainkan mengedepan rasionalitasnya,” tandasnya.
Dia juga mengingatkan, jangan sampai saat fase seleksi calon Sekda, berteriak tentang keterwakilan wilayah. Tapi pada saat mendapat jabatan yang bersangkutan ‘amnesia’ terhadap wilayahnya.
“Mari kita dorong gubernur melakukan lelang jabatan Sekda, agar publik bisa juga ikut terlibat mengawasi sesuai kompetensi,” tuturnya.
Terakhir, aktivis senior ini mengingatkan bahwa Gubernur NTB saat ini tengah memilih Sekda NTB, bukan kepala suku. (red)