Wacana Pemisahan Tenda Pria dan Wanita di Rinjani Hanya Spontanitas
KoranNTB.com – Pro-kontra soal wacana kebijakan memisahkan tenda pendaki pria dan wanita di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat mencuat. Di media sosial perdebatan muncul soal wacana kebijakan tersebut.
Banyak masyarakat menilai program tersebut sangat baik untuk menghindari perbuatan melanggar norma kesusilaan di Rinjani. Apalagi masyarakat juga mengaitkan gempa di Lombok akhir-akhir ini dengan dibukanya pendakian Gunung Rinjani. Namun, ada juga masyarakat yang menolak kebijakan tersebut karena menilai dapat menurunkan kunjungan wisatawan di Rinjani.
Wacana memisahkan tenda pria dan wanita mencuat dari pernyataan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani atau TNGR, Sudiyono.
Saat diwawancara ekslusif di ruang kerjanya, Sudiyono mengatakan wacana tersebut muncul secara spontanitas saat dirinya ditanya wartawan terkait program TNGR dalam mendukung wisata halal di NTB.
“Biasa, wartawan menanyakan Rinjani saat baru buka. Terus (ditanya) program ke depan seperti apa dalam kaitannya dengan wisata halal. Wisata halal kan ada kaitannya menyangkut agama, adat istiadat, dan kami mendukung wisata halal. Spontanitas saja,” ujarnya, di Kantor TNGR Mataram, Kamis, 20 Juni 2019.
Dijelaskan Sudiyono, program TNGR saat ini adalah perbaikan manajemen pendakian, khususnya pada e-tiketing, pengelolaan sampah dan perbaikan sarana-prasarana jalur pendakian. Tidak terlintas rencana pemisahan tenda pria dan wanita.
“Kami belum memikirkan semacam itu sekarang, karena kita fokus memperbaiki manajemen pendakian Rinjani. Kalaupun masyarakat menginginkan itu kan wisata juga harus kondusif, saya yakin wisatawan akan mengikuti aturan yang berlaku di suatu tempat,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, selama menjadi Kepala TNGR, belum ada laporan langsung pada dirinya terkait ditemukan aktivitas pendaki yang melanggar kesusilaan.
Saat ini TNGR fokus mengembangkan e-tiketing Rinjani melalui aplikasi. Dia menyadari pada awal program tersebut diluncurkan menemukan kendala. Namun saat ini pemberlakuan sistem tiket online tersebut dapat bekerja efektif.
“Sampai hari ini cukup efektif. Awal-awalnya memang ada masalah karena dulu uji coba satu jalur, sekarang empat jalur dalam satu sistem, sehingga mengalami kendala masalah kuota,” paparnya.
Sudiyono juga menyadari di Rinjani saat ini minim petugas jaga yang diturunkan ke lapangan, karena pos-pos pada Rinjani belum layak secara permanen untuk ditempati petugas.
“Idealnya di setiap pos ada petugas, dan petugas kami ditempatkan di tempat yang layak. Sekarang ini pos-pos kami belum layak. Ketika kawan-kawan ngepos di sana harus bawa tenda,” katanya.
“Kalau tenda tingkat keamanan tidak jadi jaminan, kecuali untuk wisata karena wisatawan ingin cari kesenangan berpetualang, tapi petugas kami hal yang rutin sehingga perlu tempat lebih permanen,” jelasnya. (red)