KORANNTB.com – Kunjungan kerja DPRD NTB ke luar negeri berdampak pada buruknya pembahasan APBD 2020.

Pembahasan RAPBD yang sangat buru-buru tanpa mempertimbangkan waktu justru memperburuk kualitas pembahasan APBD tersebut.

Koalisi Masyarakat Sipil NTB menyatakan tuntunan soal polemik tersebut. Koalisi Masyarakat Sipil tergabung dalam beberapa organisasi, yaitu Somasi NTB, Fitra NTB, BKBH Fakultas Hukum Unram, Forum Komunikasi Mahasiswa Lombok Utara, Aliansi Masyarakat Peduli Lombok, Lombok Utara Corruption Watch dan Ikatan Mahasiswa Belo Mataram.

Perwakilan BKBH Fakultas Hukum Unram, Yan Mangandar Putra menyatakan empat tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil NTB soal polemik pembahasan APBD, yaitu:

Link Banner

1. Meminta laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas kunker DPRD NTB agar disampaikan kepada masyarakat. Untuk itu, Koalisi akan mengajukan permohonan informasi kepada Sekretariat DPRD NTB pada tanggal 27 Agustus 2019.

2. Mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan Negeri atas kerugian masyarakat terhadap pemborosan anggaran akibat kunker DPRD yang menghabiskan Rp3,5 miliar rupiah uang rakyat. Koalisi akan menggugat Gubernur NTB, Menteri Dalam Negeri, dan DPRD NTB atas persengkongkolan menghabiskan uang rakyat untuk plesiran DPRD NTB. Gugatan hukum akan diajukan pada tanggal 28 Agustus 2019.

3. Mendesak Pemprov NTB dan DPRD NTB untuk menghentikan pembahasan APBD 2020 agar masyarakat dapat berpartisipasi penuh untuk memastikan perencanaan program pembangunan daerah diarahkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Terutama untuk anggaran rehab rekon gempa bumi. Karena, pembahasan yang tergesa-gesa dan dipaksakan berpotensi masuknya program siluman dan tidak sinkron dengan RPJMD untuk pencapaian visi NTB Gemilang yang digaungkan Pemprov NTB. Untuk itu, Koalisi mengajak masyarakat NTB untuk bergabung dalam aksi demonstrasi pada tanggal 29 Agustus 2019.

4. Mengajukan keberatan kepada Gubernur NTB atas tidak tersedianya dokumen KUA-PPAS dan RAPBD NTB 2020 yang seharusnya dapat diakses secara mudah oleh masyarakat NTB. Ketiadaaan akses dokumen ini mengabaikan hak masyarakat atas informasi publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah. (red)