Oleh : Galang Asmara

Isu hoax atau berita bohong masih saja terus terjadi hingga saat ini, tidak luput melanda nitizen di daerah ini di saat sedang menghadapi musibah bencana alam gempa bumi yang snagat dhasyat. Dalam suasana panik, masyarakat masih harus dikejutkan lagi dengan isu hoax seperti akan terjadi tsunami, gempa akan terjadi lagi secara besar-besaran pada hari minggu tangal 28 Agustus. Issu hoax tersebut tak ayal lagi membuat banyak penduduk yang terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya mencari tempat yang lebih aman seperti ke Narmada atau ke tempat tinggi lainnya. Tidak sedikit orang juga terpaksa harus mencari sanak famili yang ada di kampung kelahirannya di luar kota Mataram, bahkan harus menyebrang jke luar daerah seperti ke Sumbawa atau ke Jawa.

 

Isu hoax dapat berakibatkan buruk bahkan fatal bagi masyarakat seperti meninggalkan rumah tanpa dikunci atau harus mengevakuasi keluarga ke tempat jauh dan dengan biaya yang tidak sedikit. Hoax atau berita bohong yang sengaja maupun tidak sengaja disebarkan oleh oktnom tertentu selain dapat merugikan orang lain juga akan merugikan dirinya sendiri. Kerugian bagi diri penyebar hoax itu dapat berupa penangkapan terhadapnya oleh kepolisian negara. Selain itu akan berdampak pada merosotnya kepercayaan orang lain terhadap dirinya.

 

Penyebaran berita hoax biasanya didominasi dengan menggunakan instrumen media elektronik. Kendatipun demikian tidak menutup kemungkinan dapat saja menggunakan media cetak. orasi kampanye, spanduk, penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaan, pamflet dan lain-lain.

 

Berita hoax ini terjadi dengan berbagai motif seperti untuk menimbulkan ketakutan pada seseorang atau kelompok orang tertentu. Berita hoax yang terkadang berisi ujaran kebencian ini jiga biasanya bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat, antara lain suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, hingga orientasi seksual. Yang menyebarkan berita hoax bisa individu (oknom) tertentu atau dari organisasi atau kelompok masyarakat.

 

Dilihat dari jenisnya, sedikitnya ada empat macam hoax. Pertama, mitos atau cerita berlatar masa lampau yang boleh jadi salah, tetapi dianggap benar karena diceritakan secara turun-temurun. Kedua, glorifikasi dan demonisasi. Glorifikasi adalah melebih-lebihkan sesuatu agar tampak hebat, mulia, dan sempurna. Sebaliknya, demonisasi adalah mempersepsikan sesuatu seburuk mungkin seolah tanpa ada kebaikannya sedikit pun. Ketiga, kabar bohong atau informasi yang diada-adakan atau sama sekali tidak mengandung kebenaran. Keempat, info sesat, yaitu informasi yang faktanya dicampuradukkan, dipelintir, dan dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi seolah-olah benar. Di dunia komunikasi, ada istilah spin doctor untuk menyebut ahli pemelintiran komunikasi.

 

Menurut ajaran Islam penyebaran berita hoax jeas-jelas dilarang, bahkan Majelis Ulama Indonesia sendiri telah mengeluarkan fatwa yang melarang penyebaran berita hoax. MUI telah menetapkan hukum penyebaran hoax adalah haram, walaupun tujuannya baik. Menyebarkan informasi yang benar tetapi tidak sesuai tempat atau waktunya juga dilarang oleh para ulama. Islam mengharapkan agar kita tidak begitu saja menerima sesuatu berita yang tidak jelas sumber dan tujuan berita yang diterima. Dalam Alqur;an Surat Alhujurat ayat 6 Allah berfirman, yang artinya:

 

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS al-Hujurat:6)

 

Syeikh Thahir ibn Asyur, ahli tafsir kenamaan asal Tunisia, dalam kitabnya berjudul tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir menafsirkan ayat di sebagai sebuah penjelasan bahwa kita harus berhati-hati dalam menerima berita seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya. Hal ini baik dalam ranah persaksian maupun dalam periwayatan.

 

Dalam konteks hari ini, kita dituntut agar berhati-hati dalam menerima pemberitaan dari media apapun, terlebih media yang isinya sarat dengan muatan kebencian kepada pihak lain.
Dalam Lintasan Sejarah Islam, Hoax pernah terjadi dalam banyak peristiwa, antara lain:

 

1. Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam dan keluarganya pernah menjadi korban HOAX, ketika isteri beliau, Aisyah Radliyallahu Anha, dituduh selingkuh, dan beritanya menjadi ‘viral’ di Madinah. Peristiwa itu dalam sejarah dinamakan hadits al-Ifki. Berita bohong ini menimpa istri Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasallam ‘Aisyah Radliyallahu Anha. Ummul Mu’minin, setelah perang dengan Bani Mushtaliq pada bulan Sya’ban 5 H. Peperangan ini diikuti kaum munafik, dan turut pula ‘Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau.

 

Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. ‘Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa ‘Aisyah masih ada dalam sekedup. Setelah ‘Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan bin Mu’aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, isteri Rasul!” ‘Aisyah terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik membesarkannya, maka fitnahan atas ‘Aisyah Radliyallahu Anha. itu pun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum Muslimin.
Akhirnya Allah mengklarifikasi berita itu, dengan menurunkan firman-Nya dalam Al-Quran Surat Al-Nur (24):

 

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. 12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”

 

2. Khalifah Utsman bin Affan tewas ditikam seorang penghafal Al-Quran yang termakan hoax (fitnah) bahwa sang khalifah melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peristiwa penikaman ini terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun 35 H./656 M. Nama pelakunya Al-Ghafiqi.

 

3. Khalifah Ali bin Abi Thalib dibunuh kelompok Khawarij, yang memfitnahnya sebagai penista hukum Al-Quran karena ingin damai dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, meninggalkan hukum Allah dan melakukan tahkim (arbitrase). Hoax yang disebarkan dan kemudian dipegangi Khawarij, Sayyidina Ali dan Muawiyah tidak mengamalkan perintah (hukum) Allah, dan harus dibunuh (Dalam Al-Quran Surat Al-Maidah:44).

 

4. Periode berikutnya, banyak kabar hoax berupa cerita-cerita Israiliyat, yang mengaburkan sejarah, baik dalam kitab tafsir, syarah hadis, maupun kitab Fiqih dan Ahlak-Tasawuf.

 

5. Pada akhir 1980-an, pernah beredar surat berantai yang diklaim berasal dari si penjaga makam Nabi Shallalahu Alaihi Wasallam. Isinya memperingatkan Muslimin yang menerima selebaran itu agar menyalin dan membaginya ke 10 orang lain.

 

6. Di era demokrasi sekarang ini, banyak hoax di medsos, mengancam pilar persatuan dan kerukunan umat. Bahkan The Arab Spring; الثورات العربية, demo, perang saudara, dan pertumpahan darah yang berujung tumbangnya beberapa negara di kawasan Timur Tengah, adalah (diduga) akibat virus hoax yang disebarkan melalui medsos.

 

Hoax dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an menyebut hoax, antara lain berikut ini:

1. Hadist al-Ifki (Berita Bohong). Misalnya diketemukan dalam QS. Al-Nur (24) ayat 11-12, sebagai berikut:

 

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”

 

2. “Faahisyah” (Berita Keji), sesuatu yang teramat keji, bahkan, terbilang dosa besar. Misalnya diketemukan dalam QS. Al-Nur (24) ayat 19 :

 

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.”

 

3. Qaul al-Zuur (Perkataan Dusta). Misalnya Firman Allah SWT dalam QS. Al-Hajj (22) ayat 30, di mana dalam ayat ini Allah menggandengkan dua larangan; ………
Artinya: “…..maka jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta.”

Berdasarkan QS. Al-Hajj ayat ke-30 ini, dosa penyebar HOAX berada sedikit di bawah (atau sejajar) dosa syirik. Tuhan sangat murka terhadap penyebar berita hoax, baik di dunia ini maupun akhirat kelak.

 

Hoax dalam Al-Hadis

Selain terdapat dalam Al-Qur’an, ancaman akibat menyebarkan hoax itu juga dinyatakan Nabi Shallalahu Alaihi Wasallam, misalnya tergambar dalam beberapa riwayat hadis sebagai berikut :

 

1. Hadis Riwayat Al-Bukhari
Artinya: Apa yang dikategorikan dosa besar? Nabi saw menjawab, “Mempersekutukan Allah, durhaka pada kedua orang tua, dan perkataan (persaksian) dusta (/palsu).

 

2. Hadis Riwayat Imam Muslim
Artinya; “Sesungguhnya Allah meridhai bagi kalian tiga perkara dan membenci kalian tiga perkara. Dia meridhai kalian agar beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutuka-Nya dengan sesuatu pun, kalian berpegang teguh dengan tali Allah, dan agar kalian tidak berpecah belah. Dan dia membenci bagi kalian qiila wa qaala, banyak bertanya, dan membuang-buang harta.”

 

Di antara deretan kalimat di atas, ada satu istilah yang mungkin perlu penjelasan tersendiri. Yakni, kata qiila wa qaala. Karena itu, beberapa ulama memberikan keterangan khusus istilah itu dalam hadis tersebut. Imam Al-Nawawi dalam kitabnya, “Syarah Shahih Muslim” mendefinisikan qiila wa qaala sebagai berikut; turut campur dalam kabar orang lain, menyampaikan informasi yang tidak diketahui sendiri, dan menceritakan semua yang didengar tanpa klarifikasi terlebih dulu.

 

Secara teknis, istilah itu dapat diartikan mengabarkan informasi tanpa verifikasi atau menyebarkan desas-desus yang sumir. Pada akhir penjelasannya, Imam Al-Nawawi menambahkan peringatan dari hadis sebagai berikut:

Artinya: “Cukuplah seseorang dikatakan pendusta tatkala menceritakan semua yang ia dengarkan.(tanpa klarifikasi).”

 

Menurut Hukum Negara yang berlaku saat ini, pelaku penyebar berita bohong dapat diancam dengan bebeberapa pasal di dalam KUHP dan UU ITE. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dalam UU tersebut, ada dua pasal yang bisa menjerat penyebar hoax yaitu pasal 14 dan pasal 15.

 

Pasal 14
(1) Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

 

(2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan la patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

 

Pasal 15:
Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun.

 

Demikianlah ancaman bagi penyebar hoax. Semoga kita terlindung dari bahaya hoax.