KoranNTB.com – Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah satu dari provinsi di Indonesia yang masuk dalam wilayah rawan bencana. Belum lama ini, NTB juga telah diguncang gempa magnitudo 7 yang membuat banyak nyawa hilang dan ribuan bangunan hancur.

Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah menghadiri undangan dari Deputi IV Bidang Ekonomi Badan Intelijen Negara (BIN) untuk membahas Kesiapan Pemerintah Dalam Menghadapi Potensi Bencana Tahun 2019, Senin, 28 Januari 2019.

Dalam dialog tersebut, Kepala Deputi IV BIN, Irjen Pol Bambang Sunarwibowo menyampaikan bencana alam yang terjadi di Indonesia sulit atau bahkan tidak bisa dihindari. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat diberikan informasi terkait potensi bencana alam dan standar mitigasi bencana.

“Perlu ada koordinasi yang baik antara semua pihak dalam menghadapi berbagai potensi bencana yang akan terjadi pada tahun 2019. Hal ini mengingat, sebagian besar wilayah Indonesia berada pada zona rawan bencana khususnya bencana gempa bumi,” jelas Bambang di Ruang Serbaguna Kantor BIN Jakarta.

Rohmi dalam kesempatan Rakor tersebut menyampaikan, NTB setelah diterpa rentetan gempa bumi, kini sedang fokus mengerjakan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa.

“Saat ini kami sedang terus mempercepat selesainya pembuatan hunian tetap atau huntap bagi korban terdampak gempa bumi Lombok dan Sumbawa,” ucapnya.

Hunian tetap yang sedang dibangun untuk korban gempa, lanjutnya, berupa rumah tahan gempa dengan berbagai bentuk seperti Risha, Risba, Riko, Rika, dan lainnya.

“Mengingat NTB merupakan wilayah rawan gempa, maka rumah yang dibangun untuk masyarakat korban gempa berupa rumah tahan gempa sehingga bisa tahan jika sewaktu-waktu gempa kembali terjadi,” tuturnya.

Menurut Wagub, pemerintah pusat telah merealisasikan janjinya untuk memberikan bantuan untuk pembangunan hunian tetap kepada korban terdampak gempa bumi Lombok-Sumbawa.

“Pemerintah pusat telah mentransfer sebesar 3,5 triliun untuk membantu pembangunan huntap (hunian tetap) korban gempa dan lebih dari 80 masyarakat korban gempa telah terisi rekeningnya oleh bantuan dari pemerintah pusat tersebut,” tegas wagub.

Meski telah banyak korban gempa yang telah terisi rekeningnya dengan bantuan dari pemerintah pusat tersebut, namun belum semuanya bisa langsung menggunakan dana yang sudah ditransferkan itu untuk membangun rumah tahan gempa.

“Berdasarkan Inpres (Instruksi Presiden) tentang Pembangunan Huntap ini harus dengan sistem pemberdayaan, maka pembangunan Huntap baru bisa dimulai setelah masyarakat membentuk Pokmas (kelompok masyarakat) dan memiliki fasilitator,” jelasnya.

Belum banyaknya Huntap yang telah selesai dibangun, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah fasilitator yang masih minim.

“Dari sekitar 2.400 fasilitator yang dibutuhkan untuk rumah rusak berat, baru ada sekitar 766 fasilitator yang sudah ada dan sedang dilakukan perekrutan untuk menambah jumlah fasilitator sehingga proses pembangunan Huntap bisa lebih cepat,” papar wagub.

Rakor yang dimulai sejak pukul 09.00-12.40 WIB itu menghasilkan beberapa kesimpulan di antaranya perlunya membangun layanan informasi rawan bencana di setiap daerah, sehingga masyarakat bisa lebih cepat mendapatkan informasi tentang kebencanaan. Selain itu, penting untuk diberikan pelatihan dan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat bisa melakukan penyelamatan dan evakuasi saat terjadi bencana.

Hadir dalam rakor ini adalah beberapa pejabat terkait yang berasal dari berbagai instansi pemerintahan seperti Kementerian PUPR, Kementerian Pendidikan, BMKG, BNPB, Kemendagri, KABINDA, dan lain sebagainya. Sementara itu, pejabat NTB yang mendampingi wagub adalah Kadis Perkim, Kadis LHK, Kepala Kesbangpoldagri, dan Kalak BPBD. (red/4)