KoranNTB.com – Polisi terus mengungkap kasus kaburnya tahanan narkoba asal Prancis, Dorfin Felix dari ruang tahanan atau Rutan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram. Hasil sementara, Polda NTB menahan Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Polda NTB, Komisaris Polisi Tuti Maryati alias TM.

Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda) Polda NTB, Komisari Besar Polisi Agus Salim, mengungkap dugaan keterlibatan Kompol TM atas kaburnya tahanan. Kompol TM diduga memberikan kemudahan pada Dorfin Felix dengan memberikan dia ponsel, televisi dan kebutuhan lainnya. Dana untuk membeli kebutuhan Dorfin Felix didapatkan dari kiriman orang tua Dorfin di Prancis.

Hasil penyelidikan, Kompol TM dikirim uang tunai senilai Rp7 juta dan Rp7,5 juta dalam dua tahap melalui jasa pengiriman barang. Dia kemudian membeli barang yang dibutuhkan Dorfin di sel tahanan.

“Permasalahannya inilah yang dilanggar anggota tentang SOP pengamanan. Uang itu digunakan untuk kepentingan tersangka. Salah satunya dibelikan handphone, kedua dibelikan tv, lainnya digunakan keperluan sehari. Jadi dia (Dorfin) makan enak setiap hari,” ungkap Agus Salim di Mataram, Rabu 30 Januari 2019.

Selain itu, Kompol TM juga meloloskan tanpa pemeriksaan kiriman barang pada Dorfin. Diketahui, Dorfin memperoleh kiriman barang dari selingkuhannya di Bali sebanyak dua kali. Pengiriman terakhir tidak diperiksa polisi.

“Itulah yang menjadi pertanyaan kita. Ada kelemahan dari kawan kita. Dia mendapat kiriman barang dua kali, yang diduga dari selingkuhan dia di Bali. Pertama isinya selimut, yang kedua dia (Kompol TM) bilang enggak ngecek, apakah isinya gergaji kita enggak tahu, makanya kita melacak alamat pengiriman,” ungkapnya.

Diduga kuat, kiriman barang terakhir berisi alat pemotong besi yang digunakan Dorfin untuk kabur dari lantai dua sel tahanannya pada Senin dini hari, 21 Januari 2019.

Polisi juga mendatangkan ahli besi untuk memeriksa jejak kaburnya pelaku. Ahli menyimpulkan jendela besi berukuran 70×70 dipotong menggunakan gergaji biasa dan dipotong secara bertahap.

“Kita panggil ahli besi, ini potong pakai gergaji apa, kata tukang ini (dipotong menggunakan) gergaji biasa tapi tidak dipotong habis. Artinya yang dikerjakan dia sudah lama, yang dipotong terakhir sedikit dan bunyi ‘pleng’ dan didengar tetangga,” jelasnya.

Yang membuat fatal kasus tersebut, Kompol TM membelikan Dorfin ponsel, namun registerasi nomor justru menggunakan nama Kompol TM sendiri. “Celakanya lagi HP tersangka sama kawan kami (Kompol TM) diberikan nomor. Nomor itu diregisterasi atas nama kawan kita pula,” ungkapnya.

Irwasda menjelaskan, dalam SOP Kepolisian, tahanan tidak boleh diberikan selimut untuk menghindari menungkinan gantung diri. Namun saat anggota jaga menemukan selimut di ruang tahanannya, justru Kompol TM memarahi petugas jaga tersebut.

“Apa yang terjadi dalam rutan hampir semua melanggar SOP. Tidak boleh membawa selimut dikhawatirkan untuk bunuh diri, ternyata ketemu barang itu oleh anggota, malah anggota ditegur sama TM, katanya ‘udah kasihan dianya nanti enggak bisa tidur’,” terangnya.

Kompol TM kini ditahan dengan tuduhan melanggar kode etik Polri dan dugaan gratifikasi pada undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.

“Ancaman masih kenakan kode etik profesi Polri. Terkait dia menerima uang kita kenakan gratifikasi. Tinggal Tipikor bisa membuktikan, kalau terbukti kode etik lepas,” katanya. (red)