KoranNTB.com – Raut wajah Sumartini binti M. Galisung terlihat sangat lega ketika tiba di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat, Kamis, 25 April 2019. TKW asal Desa Kukin, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa ini baru saja bebas setelah dipenjara sepuluh tahun di penjara wanita Annisa Al-Malaz Riyadh, Arab Saudi.

Ibu dua anak ini bebas pada Selasa, 23 April 2019 kemarin. Dia lolos setelah pengadilan tingkat pertama Riyadh memvonisnya hukuman mati karena dituduh memiliki ilmu sihir. Dia mengajukan banding atas vonis pancung tersebut, hingga pengadilan tingkat banding memvonis sepuluh tahun penjara dengan 1000 kali hukuman cambuk.

Penuturan Sumartini, awal kisah kelamnya di negeri orang terjadi pada Desember 2008 silam. Saat itu adik majikannya bernama Abtisam (19) menghilang dari rumah. Majikannya bernama Saad Muhammad Al-Dwiyan merasa ada kejanggalan atas hilangnya sang adik.

“Adiknya hilang dalam keadaan rumah terkunci dan kunci dipegang istri majikan. Saya dituduh melakukan sihir sehingga Abtisam hilang,” ujar  Sumartini.

Sumartini dituduh memiliki ilmu gaib dan menculik korbannya. Dia dipaksa mengaku memiliki ilmu sihir. Tindakannya yang tidak mau mengaku atas kesalahan yang tidak pernah dilakukan, membuatnya harus merasakan pedih penyiksaan. Mulai dari disetrum, dipukul, hingga ditingalkan sendiri di tengah gurun dalam keadaan diikat mewarnai hari Sumartini selama satu bulan satu minggu.

“Dia (majikan) tuduh saya memiliki ilmu sihir biar adiknya pergi. Terus saya disekap satu bulan satu minggu. Saya disiksa, dipukul, diikat, disetrum. Karena, katanya kunci pintu dipegang ibu (istri majikan), bagaimana mungkin dia bisa buka pintu kalau kunci enggak ada,” ungkapnya.

Tidak hanya Sumartini, rekannya Warnah binti Warta Niing asal Karawang, Jawa Barat yang berbeda majikan, dituduh terlibat bersama Sumartini menghilangkan Abtisam. Buktinya, ditemukan ajimat dalam kamar Warnah. Sementara Sumartini terus disiksa majikan hingga terpaksa harus berbohong karena tidak kuat dengan penyiksaan yang bertubi-tubi.

Derita di Pengadilan Riyadh

Pengadilan tingkat pertama Riyadh akhirnya mengadili Sumartini dan rekannya. Mereka dituduh komplotan yang memiliki ilmu hitam. Sidang berlangsung pada 2009. Proses yang begitu lama membuatnya divonis pada 28 Maret 2010. Dia divonis hukuman pancung.

Pihak pengacara yang dikirim KBRI kemudian mengajukan banding. Hasil banding, Sumartini dan rekannya terbukti memiliki ilmu sihir. Pengadilan beranggapan mereka adalah penyihir karena bukti rekaman pengakuan Sumartini saat disiksa majian, bukti ajimat milik rekan Sumartini dan tidak adanya empat saksi yang menguatkan atau membela Sumartini. Dia divonis tingkat banding pada Desember 2011, kemudian menjalani penjara sepuluh tahun, terhitung sejak dia pertamakali ditahan pada 7 Januari 2009.

Keanehan dari kasus ini karena Abtisam yang mengghilang, setelah sepuluh hari akhirnya kembali ke rumah. Namun, entah mengapa dia tidak pernah dimintai keterangan mengapa dia menghilang. Sumartini hanya menanggung perih atas kejadian tersebut.

“Tingkat banding, saya divonis sepuluh tahun penjara dan 1000 kali hukuman cambut,” ucapnya.

Penjara Lebih Enak dari Rumah Majikan

Sumartini dijebloskan di penjara wanita Annisa Al-Malaz Riyadh, Arab Saudi. Dia menjalani hukuman selama sepuluh tahun dengan hukuman cambuk sebanyak 1000 kali. Setiap dua Minggu, dia menerima hukuman cambuk sebanyak 50 kali. Hingga kini bekas cambuk masih melekat di punggungnya. Alasan pengadilan memutuskan vonis tersebut, karena memang Sumartini terbukti melakukan sihir, tetapi tingkat sihir itu tidak menyebabkan kematian.

Namun Sumartini bersyukur bisa ditempatkan di penjara. Hari-harinya di sana dimanfaatkan dengan menghapal Al-Quran. Dia juga merasa senang di penjara mendapatkan 150 real per bulan atau setara sekitar Rp 500 ribu untuk belanja di kantin penjara.

“Kalau di penjara Riyadh bagus, kita dijamin. Lebih enak di penjara di banding rumah majikan,” tuturnya.

Meskipun demikian, dia tampak sedikit takut ketika jadwal hukuman cambuk setiap dua minggu telah dekat. “Banyak teman yang dicambuk menangis, tapi saya tidak,” katanya.

Di penjara, dia memiliki empat orang teman warga NTB. Sebagian dari mereka terkena kasus pemalsuan sejenis obat kosmetik.

Sumartini di Sumbawa memiliki dua orang anak, masing-masing berumur 24 dan 18 tahun. Dia memutuskan merantau ke Arab Saudi setelah bercerai dengan suaminya. Faktor ekonomi membuatnya harus meninggalkan keluarga kecilnya.

Ada cerita haru saat Sumartini akan bebas dari penjara. Malam harinya, para tahanan merayakan bebasnya Sumartini dengan bermain musik menggunakan ember di penjara. Suasana riuh penuh syukur.

Kebabasan Sumartini dan kembali ke tanah air adalah kekebasan untuk semua TKW Indonesia yang saat ini masih dipenjara jauh dari sanak keluarga. Sumartini menuturkan semua rekannya di penjara adalah orang yang baik. Dia percaya orang baik di dunia ini sangat banyak, dan jika tidak ditemukan maka kita yang harus menjadi salah satunya. (red/4)