KORANNTB.com – Problematika rancangan undang-undang (RUU) bermasalah menimbulkan reaksi penolakan dari kalangan mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia. Tidak jarang, aksi menimbulkan bentrokan dengan aparat hingga berujung kematian.

Di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, beberapa kali mahasiswa menggelar aksi di Kantor DPRD NTB menuntut pembatalan RUU bermasalah seperti RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Pertambangan Minerba, UU KPK hingga RUU Pertambangan Minerba.

Guna mencari solusi terkait polemik tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Progres menggelar diskusi publik bertema “Problematika Rugulasi dan Aksi Demonstrasi di Indonesia.” Diskusi berlangsung di Bale Ite, Kota Mataram, Senin malam, 7 Oktober 2019.

Direktur LBH Progres, Oke Wire Darme, mengatakan dialog bertajuk diskusiasik tersebut untuk memfasilitasi mahasiswa dan pegiat antikorupsi mencari solusi bersama pihak terkait seperti pemerintah daerah, kepolisian, ahli hukum hingga praktis.

“Tujuan kegiatan salah satunya mencoba memfasilitasi mahasiswa yang melakukan aksi. LBH Progres dalam program kerja juga untuk menjaga marwah kesucian demonstrasi untuk memfasilitasi mahasiswa dan instansi,” katanya.

Hasil diskusi akan dituangkan dalam naskah akademik untuk dipelajari bersama soal problematika aksi dan RUU bermasalah itu.

“Rekomendasi dari diskusi ini kita buat dalam naskah akademik dan kita kirimkan pada yang hadir hari ini,” ujarnya.

Hadir dalam diskusi tersebut, Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Mataram (Unram), Prof Zainal Asikin, para dosen, kepolisian, unsur pemerintah daerah hingga mahasiswa.

Dalam diskusi tersebut, dibedah permasalahan dalam RKUHP yang sebagian besar sepakat justru tidak ada masalah serius dalam pasal-pasal yang dinilai kontroversi dalam RKUHP.

Prof Asikin mengatakan, sebagian besar pasal yang dinilai bermasalah dalam RKUHP justru tidak bermasalah, bahkan RKUHP saat ini mengakomodir nilai yang hidup dalam masyarakat atau hukum adat sebagai hukum yang diakui dalam RKUHP.

“Apakah kita paling senang memakai hukum Belanda atau ciptaan Indonesia. Pasal 2 ayat (1) RKUHP menghargai hukum yang hidup dalam masyarakat,” ujarnya.

Dia mengatakan, polemik terhadap RKUHP karena kurangnya sosialisasi pada masyarakat, sehingga masyarakat beranggapan pasal tersebut justru memiliki masalah yang berisiko bagi mereka. (red)