KORANNTB.com – Kesenian Kecimol belakangan ini menuai pro-kontra di tengah masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat. Itu karena Kecimol dinilai sering menjadi biang keributan dan biduan sering berpenampilan atau joget seksi.

Banyak masyarakat menganggap Kecimol bukan merupakan budaya asli Sasak. Jika demikian, dari mana asal usul Kecimol?

Budayawan Lombok, Adam Gottar Parra, mengatakan Kecimol merupakan kesenian Sasak. Suatu kesenian tradisional yang terbentuk berdasarkan akulturasi budaya dengan budaya luar.

“Kecimol seni kontemporer yang merupakan produk masa kini sebagai bagian dari akulturasi budaya akibat aksi interaksi dengan budaya lain,” ujarnya dihubungi koranntb.com.

Akulturasi budaya dimaksud yaitu budaya Eropa yang bermula dari drum band. Dari drum band tersebut, muncul ide untuk membentuk kesenian baru yang dikenal dengan Kecimol.

Dari penelusurannya, Kecimol berkembang pertamakali dari Kecamatan Masbagik Lombok Timur. Kecimol mulai dikenal sekitar era 80-an dan mulai berkembang menjadi seni hiburan saat Nyongkolan atau tradisi mengantar pengantin suku Sasak.

“Kecimol dari tahun 80 an. Dulu namanya esot tumbuh kembang dari Lombok Timur dari drum band. Kecimol kemudian dibawakan dengan lagi pilihan mereka,” ungkapnya.

Dulunya Kecimol digunakan untuk menghibur masyarakat yang sedang bergotong royong di masjid atau sedang bekerja di sawah, yang kemudian mulai digunakan di acara perkawinan.

Adam mengatakan, Kecimol harus tetap dilestarikan sebagai sebuah kesenian sekaligus tempat masyarakat menggantung hidup darinya.

“Setiap genre kesenian sama-sama punya hak hidup. Jadi bukan cuma Gendang Beleq yang punya hak untuk hidup. Tidak ada diktum (keputusan) mengatakan yang berhak hidup seni tradisi yang sudah lama, tapi seni tradisi kontemporer yang lahir dari perubahan berhak hidup,” ujarnya.

Adam melihat, perkembangan Kecimol yang pesat sebagai sebuah prestasi yang harus dijaga, karena banyak masyarakat yang secara ekonomi dan sosial tersisihkan, dapat mencari makan melalui kesenian tersebut.

Adam beranggapan wacana penertiban Kecimol karena alasan sering mendatangkan keributan pada warga sangat tidak adil. Karena, kegaduhan yang terjadi bukan hanya karena Kecimol, tapi juga terjadi karena Gendang Beleq. Artinya, kedewasaan masyarakat yang menikmati kesenian yang perlu diperbaiki, bukan pada kesenian itu sendiri. (red)

Sumber foto: Tangkapan layar YouTube