KORANNTB.com – Kepala Desa (Kades) Kuta, Lombok Tengah, Mirate ditetapkan tersangka dan ditahan Polres Lombok Tengah sejak 1 November 2019.

Dia bersama seorang warga bernama Sulaiman ditahan lantaran kasus dugaan pemalsuan dokumen sporadik tanah di atas sertifikat hak milik yang berlokasi di Serenting, Dusun Ebunut, Desa Kuta.

Dia dilaporkan seorang bernama Lalu Fuji warga Desa Kuta yang merasa ada tanah miliknya dalam sporadik yang diterbitkan tersebut.

Penahanan tersebut disesalkan pihak kuasa hukum, karena saat ini perkara sporadik masih diperkarakan di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN).

Menanggapi penahanan tersebut, pengacara Kades Kuta melakukan praperadilan di Pengadilan Negeri Praya. Kini proses praperadilan tengah berjalan dan dalam tahap pembacaan permohonan pemohon dan jawaban kepolisian atau termohon.

Pengacara Kades Kuta, Kaswadi SH, mengatakan banyak kejanggalan dari proses penetapan tersangka dan penahanan Kades Kuta.

“Ini tendensi dan semata-mata hanya menetapkan tersangka orang tanpa dasar hukum yang kuat dan tidak cermat teliti dalam penyidikan,” ujarnya di Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah, Senin, 25 November 2019.

Dia juga menyesalkan penahanan dilakukan padahal perkara masih menjadi sengketa di PTUN.

“Jadi ini bentuk kecerobohan, ketidakhati-hatian dan ketidakcermatan polisi dalam menetapkan tersangka dan penahanan,” katanya.

Tokoh masyarakat Kuta, Andur yang hadir menyaksikan praperadilan mengatakan telah menahan massa di Kuta untuk menghadiri sidang. Dia tidak ingin kedatangan massa justru dinilai sebagai bentuk perkawinan rakyat.

“Saya memang larang (massa datang) supaya tidak memberikan efek negatif, jangan sampai masyarakat datang dan memperparah suasana. Kita keluarga besar berupaya menahan warga agar tidak datang,” ungkapnya.

Dia menilai penahanan Kades Kuta bentuk kriminalisasi polisi terhadap warga.

“Pengamatan saya ada semacam kriminalisasi dan justru kalau masyarakat datang malah dikriminalisasi lagi, supaya tidak dianggap pemberontak atau hasutan jadi saya tahan,” ucapnya.

Jarak tanah yang bermasalah tersy sekitar 1 kilometer dari lokasi MotoGP di Mandalika, sehingga perkara tersebut dinilai sarat kepentingan.

Andur merasa heran Kades Kuta ditahan, padahal sporadik yang menjadi masalah sudah dibatalkan oleh Kades Kuta.

“Kita sudah upayakan apa yang menjadi tuntutan pelapor. Sporadik kita sudah batalkan tapi tetap juga ditahan. Saya rasa ini kriminalisasi asli,” ungkapnya.

Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah, AKP Rafle P Girsang, dihubungi membantah adanya kriminalisasi terhadap kasus tersebut.

“Kalau kita paksakan itu tidak, karena dua alat bukti sudah ada. Ada data-data terkait sporadik, ada SHM (sertifikat hak milik) dari BPN, ada petunjuk juga,” ujarnya.

Dia membantah bahwa penyidik menetapkan tersangka dan penahanan di luar mekanisme yang berlaku.

“Kita sudah ada mekanisme semua bagaimana alat bukti, penahanan, ya nanti kita lihat di pengadilan,” ucapnya.

Upaya praperadilan menurutnya merupakan hak dari tersangka, sehingga dia menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut ke pengadilan.

“Hak dari pada tersangka melakukan uji terhadap hasil penyidikan kami. Kemarin katanya karena penahanan tidak sah,” ucapnya. (red)

Foto: Proses praperadilan penahanan Kades Kuta, Mirate di Pengadilan Negeri Praya, Senin, 25 November 2019. (koranntbcom)