Selain Sumba, Tradisi Bau Nyale Juga Ada di Lembata NTT
KORANNTB.com – Jika di Lombok memiliki tradisi Bau Nyale dengan kisah Putri Mandalika melompat ke laut, di Sumba NTT juga memiliki tradisi yang sama. Bedanya di Sumba seorang tokoh bernama Rabbu Kabba melompat ke laut mengorbankan diri agar tidak terjadi peperangan.
Selain Sumba dan Lombok, tradisi menangkap nyale juga ada di Kabupaten Lembata, NTT. Sebuah pulau yang berdekatan dengan Adonara dan Larantuka.
Di Lembata tradisi itu bernama Guti Nale. Di kampung bernama Mingar, tradisi itu terus dirawat. Tradisi Guti Nale adalah menangkap atau mengambil nale (nyale). Tradisi berlangsung bukan Februari dan Maret ke 6-7 pada bulan kedua dan purnama ke 7-8 pada bulan ketiga seturut penanggalan kalender warga Mingar.
Guti Nale digelar pada 15-16 Februari kemarin, tepat dengan puncak Bau Nyale di Lombok. Warisan leluhur ini terus dilestarikan sepanjang tahun.
Sejarah
Berbeda dengan Sumba dan Lombok tentang sejarah seorang wanita yang membuang diri dari tradisi nyale, di Lembata memilih sejarah berbeda.
Kisahnya bermula dari dua bersaudara Belake dan Geroda, dari Suku Ketupapa pergi melaut. Mereka juga mengajak Ama Belawa dari Suku Atakabelen untuk menyusul mereka sambil membawa tuak.
Tiba di pantai, keduanya melihat dua orang menerjang gelombang dan berenang ke arah mereka di pantai.
Kedua yang berenang tersebut bernama Srona dan Srani. Mereka membawa masing-masing satu batu yang merupakan jelmaan istri mereka dari alam gaib. Kedua batu bernama Srupu dan Srepe.
Mereka datang di Mingar untuk mengikuti nale (nyale). Dari mereka lah tradisi tersebut dikenal masyarakat Mingar Lembata.
meninggalkan kampung mereka. Kemudian, Belake dan Geroda meminta Srona dan Srani agar bersembunyi di atas pohon pandan karena mereka masih hendak melaut. Keduanya pun menuruti.
Kemudian, Ama Belawa datang membawa tuak bersama anjingnya. Penciuman anjing Ama Belawa mampu mengetahui persembunyian Srona dan Srani. Keduanya pun keluar dari persembunyiannya dan turun dari pohon pandan.
Ama Belawa dan dua orang asing tersebut menunggu Belake dan Geroda yang pergi mencari ikan. Belake dan Geroda pun muncul sambil membawa ikan dengan perahu mereka.
Srona dan Srani diajak ke kampung, kemudian diperkenalkan kepada warga kampung. Mereka diterima dan menetap di Mingar. Keduanya memperkenalkan tata cara dan ritual Guti Nale.
Di Duang Waitobi Srona dan Srani memasukkan dua batu yang mereka bawa dari Duli. Dua batu jelmaan istri mereka. Kedua batu ini dikenal dengan sebutan batu ikan nale. Srona dan Srani juga menunjukkan cara memberikan makan kepada kedua batu ini dan hanya diberi makan sebelum mengambil nale.
Saat meninggal, tengkorak kepala Srona dan Srani ditempatkan di lokasi yang disebut Duli Ulu di bagian timur lapangan sepak bola Mingar. Tubuhnya dikuburkan di Klete, dekat kampung adat Mingar. (red)
Baca Juga: Tradisi Tangkap Nyale di Sumba, Kisah Wanita yang Melompat ke Laut
–
Sumber gambar: rizkizulfitri-kiena.blogspot.com