KORANNTB.com – Mataram – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat mengeluarkan maklumat yang mengimbau wilayah yang tidak terkena Coronavirus COVID-19 dapat melaksanakan salat berjamaah di masjid.

Maklumat bernomor: A-30/DP.P-XXVIII/IV/2020 pada poin ke-1 memuat: wilayah, kabupaten, kota, kecamatan, desa, kelurahan yang dinyatakan aman/rendah terpapar COVID-19 oleh pihak yang berwenang, tetap wajib melaksanakan salat Jumat, berjamaah lima waktu, di masjid/musala seperti biasa.

Kemudian, poin ke-2 disebut: wilayah kabupaten/kota yang dinyatakan tidak aman/tinggi terpapar COVID-19 oleh pihak yang berwenang (zona merah) wajib melaksanakan salat zuhur sebagai pengganti salat Jumat dan salat-salat serta kegiatan ibadah lain di rumah masing-masing.

Maklumat tersebut memunculkan pro kontra di tengah masyarakat. Banyak masyarakat menilai MUI berseberangan dengan kebijakan pemerintah yang meminta masyarakat tidak berkerumun (physical distancing) untuk mengantisipasi penyebaran Coronavirus COVID-19.

Terlebih lagi, pemerintah telah berkali-kali mengimbau masyarakat untuk diam di rumah dan tidak berkumpul.

Ketua Umum MUI NTB, Prof. Saiful Muslim, mengklarifikasi maksud maklumat yang dikeluarkan pada 6 April 2020.

“Kalau poin nomor 1 kewajiban umat Islam (salat Jumat) sampai kiamat tidak berubah. Wajib, bisa berubah hukumnya ketika terjadi hal-hal yang sangat luar biasa, karena wabah Corona,” katanya.

Ia mengatakan, pada poin pertama maklumat tersebut tidak bermaksud mengajak masyarakat berkumpul di tengah pandemi, namun itu berlaku bagi daerah yang tidak terpapar Corona.

Kemudian, dia mengatakan bila pemerintah daerah telah meminta masyarakat untuk tidak melaksanakan salat Jumat berjamaah atau salat berjamaah, maka wajib hukumnya masyarakat mematuhi karena hal itu untuk kebaikan bersama.

Ia mengatakan ada kesalahan persepsi saat masyarakat membaca maklumat tersebut, dan seolah-olah MUI hanya menegaskan salat Jumat dapat dilaksanakan bagi daerah-daerah yang belum terpapar Corona di NTB. Padahal ditegaskan pada poin ke dua, masyarakat yang daerahnya terpapar Corona dapat menggantikan salat Jumat dengan salat Zuhur.

“Kalau pemerintah menetapkan keadaan darurat, Kapolri juga membuat maklumat, gubernur juga, majelis ulama juga membuat imbauan berkali-kali. Banyak sekali umat kita bukan hanya di desa, di dekat kota tidak mau mendengar seruan pemerintah terkait salat Jumat ini karena mungkin gurunya, ustad atau tuan gurunya,” ujarnya.

“Kita ingin perjelas supaya taatlah pada Ulil Amri, karena pemerintah juga berdasarkan saran dari MUI. Itu yang saya ingin pertegas tapi menjadi salah persepsi. Seolah-olah kita lepas nomor dua dan hanya nomor satu dia baca,” katanya.

Masyarakat katanya, dapat meninggalkan salat berjamaah ketika pemerintah telah mengumumkan kondisi darurat seperti sekarang ini.

“Di nomor dua itu ada pengecualian ketika pemerintah mengumumkan darurat. Ini akan bisa menularkan penyakit jika orang berkumpul,” kata Saiful Muslim.

“Ada Ulil Amri di Provinsi NTB. Kalau Gubernur menyatakan itu sebagai masyarakat yang taat kita harus tunduk apa yang disampaikan pemerintah agar tidak terjadi korban. Kita tidak bisa berpendapat sepihak dan mengabaikan pemerintah,” ujarnya.

Dia juga mengatakan, keputusan salat Jumat atau salat jamaah maupun kebijakan lainnya untuk mengantisipasi Coronavirus, tergantung kebijakan daerah masing-masing. Bila NTB telah mengumumkan larangan berkumpul, ia meminta untuk dipatuhi.

“Kalau sudah dinyatakan tidak boleh keluar rumah, bagaimana kita boleh keluar. Tolonglah dibaca (maklumat) secara utuh. Hukum salat Jumat wajib tetapi boleh kita tinggalkan ketika terjadi hal-hal yang luar biasa.  Tergantung Ulil Amri, Sumatera Utara tidak mengikuti Jakarta, Papua juga dia lockdown tidak ikuti Jakarta,” katanya. (red)