KORANNTB.com – Sepanjang Januari hingga September 2021, sebanyak 67 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Barat (NTB) pulang dalam kondisi meninggal dunia.

Data tersebut diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, Jumat, 24 September 2021.

Periode yang sama juga telah dipulangkan 18.729, dan sebanyak 7.582 orang diantaranya adalah PMI unprosedural alias ilegal.

“Baru baru ini ada 49 orang PMI kita yang dideportasi dari negara penempatan karena berangkat secara ilegal,” katanya.

“Kemudian sejak Januari hingga September 2021 sudah dipulangkan 18.729 PMI dan 7.582 orang diantaranya adalah PMI unprosedural, serta 67 orang dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia,” ujar Gede Aryadi.

Kadisnakertrans NTB mengingatkan pentingnya menjadi PMI secata prosedur untuk mendapatkan perlindungan.

Dia mengungkapkan, Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada 2020 telah menandatangani MoU dengan seluruh bupati/walikota di NTB tentang program Zero Unprosedural PMI.

“Program ini merupakan wujud kasih sayang pemerintah, sekaligus komitmen untuk melayani dan memastikan bahwa setiap warga yang akan berangkat ke luar negeri harus sesuai prosedur,” katanya.

Aryadi berharap peran perangkat desa dari Kadus hingga Kades untuk sama-sama mencegah berangkatnya PMI unprosedural.

Menurutnya, upaya menghentikan PMI ilegal harus dimulai dari hulu, yaitu dari level desa masing-masing.

“Para Kades, Kadus, Babinsa, babinkamtibmas, para kader posyandu keluarga dan para Toga-toma harus bisa mengedukasi dan memberikan layanan akses informasi yang lengkap tentang bursa kerja luar negeri,” katanya.

Dia berharap setiap desa membentuk pusat informasi resmi tentang PMI dan juga dibentuk Satgas PMI deisa, dengan memanfaatkan posyandu keluarga sebagai media edukasi yang efektif.

Aryadi Kemudian menceritakan jika dirinya kini sedang menangani sejumlah kasus PMI bermasalah, seperti kasus PMI melarikan diri dari majikan sebelum masa kontrak berakhir. Salah satunya PMI asal Lombok Timur, di mana pada 2 tahun lalu mereka berangkat secara  nonprosedural menuju Abu Dhabi dengan menggunakan paspor melancong dan status dalam paspornya adalah pengusaha.

“Padahal tujuannya bukan wisata tapi ingin bekerja. Awalnya calo atau agency menjanjikan penempatan di Abu Dhabi, tapi nyatanya mereka kemudian dikirim ke Syria,” ujarnya.

Kemudian di negara tersebut dibuatkan visa kerja dan izin tinggal, sehingga bisa memiliki kontrak kerja dengan majikan.

Dia mengaku telah meminta bantuan Komjen RI di Damaskus, namun itu cukup sulit karena keberangkatan para PMI tidak melalui jalur resmi.

“Harusnya ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Tidak boleh ada lagi kasus seperti ini,” ujarnya. (red)

Foto: Ilustrasi