KORANNTB.com – Ada sebuah makam di Desa Mujur, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah sering didatangi peziarah. Bahkan, tidak hanya peziarah asal Lombok, makam tersebut dikunjungi peziarah dari Pulau Jawa.

Makam tersebut merupakan makam Kiai Mas Mirah. Seorang ulama yang menyebarkan Islam sejak zaman Kerajaan Pejanggik.

Muhammad Amin, yang merupakan generasi ke enam keturunan Kiai Mas Mirah, mengatakan makam Kiai Mas Mirah berada dalam satu lahat bersama ayahnya, Sayit Mutsana atau dikenal dengan nama Deneq Sadanah, yang merupakan seorang Demung di Desa Mujur yang diperintahkan oleh Kerajaan Pejanggik, kerajaan Islam di Lombok kala itu.

Kiprah Kiai Mas Mirah dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Lombok cukup berpengaruh. Dia mulai menyebarkan Islam sejak tahun 1700, bahkan berdakwah hingga ke tanah Jawa.

“Oleh karena itu, makam Kiai Mas Mirah bersama ayahnya sering dikunjungi peziarah dari Jawa,” katanya ditemui di Desa Mujur, Selasa, 26 Juli 2022.

Dalam berdakwah, Kiai Mas Mirah dikenal paling simpel dan mudah dicerna umat. Bahasa dakwahnya paling populer di Lombok adalah “solah mu gaweq, solah mu dait, lenge mu gaweq, lenge mu dait” yang memiliki arti “baik anda kerjakan, maka baik pula yang anda dapatkan. Jelek anda kerjakan, maka jelek pula yang anda dapatkan.”

Namun sayangnya, tidak banyak peninggalan yang tersisa dari Kiai Mas Mirah. Bahkan silsilah lengkap keluarga kiai telah dimusnahkan saat penaklukan Lombok oleh penjajah. Itu yang membuat kesulitan pihak keluarga mencari mata rantai silsilah.

“Peninggalan yang tersisa adalah bejana. Itu pernah didatangi Dinas Kebudayaan untuk didaftarkan menjadi situs purbakala,” ujarnya.

Air yang dimasukkan dalam bejana tersebut diyakini dapat menyembuhkan orang sakit. Sehingga banyak masyarakat mengambil air pada bejana tersebut untuk pengobatan.

Kiai Mas Mirah memiliki hubungan langsung dengan Kerajaan Pejanggik yang ditugaskan untuk menyebarkan Islam di Pulau Lombok. Bahasa dakwahnya yang simpel dan lugas, membuat masyarakat mengagumi sosok Kiai Mas Mirah.

Sumur di tengah sungai yang menjadi lokasi wudhu Kiai Mas Mirah

“Dalam berdakwah, beliau sangat simpel tapi mengena di hati masyarakat,” kata Muhammad Amin.

Kiai Mas Mirah memiliki banyak julukan. Dia sering disebut Raden Abdurahman, Raden Mas Jirah, Raden Jirah, dan yang paling populer dengan nama Kiyai Mas Mirah.

Salah satu karomah yang dimilikinya adalah dapat memanggil hujan di saat musim kemarau. Kala itu sangat membantu masyarakat Lombok yang dominan sebagai petani yang selalu butuh mengairi sawah mereka.

“Jadi beliau memiliki karomah dapat memanggil hujan saat kemarau. Itu merupakan karomah beliau yang dapat membantu masyarakat,” ujarnya.

Selain pernah menyebarkan Islam di Jawa, ayah Kiai Mas Mirah menikahi seorang perempuan dari tanah Jawa. Langkah tersebut merupakan penetrasi damai (penetration pasifique) dalam menyebarkan Islam, tanpa pertumpahan darah, yaitu dengan pernikahan atau dengan cara tasawuf. Hal itu yang memicu baik ayah dan Kiai Mas Mirah sangat dikenal di sebagian masyarakat Jawa.

Makam Kiai Mas Mirah berada tepat di belakang aliran sungai yang teduh. Bahkan, di tengah sungai memiliki sumur dangkal atau lingkoq dalam bahasa Sasak, yang digunakan kiai untuk berwudhu. Hingga kini sumur tersebut tetap berdiri dan kokoh.

Makam tersebut dahulunya tidak tertata rapi, baru pada 2016 dilakukan pemugaran makam untuk memudahkan peziarah.

Lokasi Bertapa

Dari sebagian besar peziarah yang datang berdoa, banyak juga peziarah yang datang untuk mencari benda-benda pusaka seperti keris, permata hingga emas.

Muhammad Amin mengatakan, sering peziarah mengaku mendapat benda pusaka saat bertapa di makam tersebut.

Ada juga cerita unik, jika peziarah bertapa salah posisi, tiba-tiba saja tubuhnya seperti ditendang sosok tanpa wujud. Itu sebagai isyarat agar peziarah memperbaiki posisinya berdiri saat berada di kompleks makam keramat tersebut.

“Ada peziarah yang niat betapa tapi salah arah akan ditendang. Itu sebagai isyarat agar peziarah memperbaiki posisinya,” ujarnya.

Sosok Kiai Mas Mirah tidak terdokumentasi dalam buku atau foto. Namun terkadang, Kiai Mas Mirah menampakkan diri di mushola saat orang sedang salat.

“Saya antara sadar dan tidak sadar pernah suatu ketika didatangi persis di samping saya saat salat di mushola. Namun sekilas saja, terus menghilang,” katanya.

Keping Sejarah

Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 bersama PDIP NTB melakukan ekspedisi mistis pada makam tersebut, dengan tujuan untuk mencari kepingan sejarah yang hingga saat ini belum ada literasi satupun membahas itu.

Wakil Ketua Bidang Politik DPD PDIP NTB, Ruslan Turmuzi, mengatakan langkah ekspedisi mistis yang digelar merupakan komitmen sekaligus upaya PDIP NTB untuk mengumpulkan puing-puing sejarah Lombok yang berceceran. Terlebih lagi kurangnya literasi sejarah di Lombok, membuat generasi muda kesulitan mengenal budaya dan sejarah Lombok.

“Ekspedisi ini rutin kita lakukan, dan kali ini khusus edisi Kiai Mas Mirah. Itu untuk mengumpulkan puing sejarah kita yang selama ini berceceran,” katanya.

Ruslan mengatakan, budaya maupun sejarah Lombok sangat terkenal. Bahkan dalam kitab Negara Kertagama tertulis “Lombok Mirah Sasak Adi” yang berasal dari kata Lombok berarti lurus atau jujur, mirah berarti permata, sasak berarti kenyataan dan adi berarti baik.

“Budaya kita sangat terkenal, namun sayang kita hanya mengenal permukaannya saja. Sementara isi dari sejarah itu sendiri tidak kita kenal. Itu karena kurangnya literasi kita tentang sejarah Lombok,” ujarnya.

Bahkan hingga kini pun posisi Kerajaan Pejanggik dan Kerajaan Selaparang masih menjadi perdebatan. Karena minimnya literasi dan belum ada ekskavasi sisa-sisa arkeologis di tanah Lombok.

Ketua DPC PDIP Lombok Tengah, Suhaimi, mengatakan sangat penting bagi generasi untuk mengetahui sejarah, kisah maupun perjalanan hidup para leluhur.

“Segala sisi perilaku dan segi  perjalanan kehidupan para leluhur adalah kekayaan khazanah bagi generasi penerus bangsa. Sisi mistis hanya satu sisi dari sekian banyak segi yang bisa dipelajari,” katanya.

Dia berharap dari ekspedisi mistis yang digelar untuk menelusuri sejarah Lombok, dapat berguna dan berkontribusi bagi masyarakat NTB.

“Ekspedisi ini juga menunjukan, betapa miskinnya kita akan sejarah leluhur. Sekecil apapun ekspedisi ini, semoga bermanfaat dan menjadi kontribusi positif bagi masyarakat Lombok,” ujarnya.

Dia tidak ingin, leluhur Lombok yang tersohor pada zamannya akan menjadi redup karena tidak ada bukti yang dapat diceritakan kepada generasi akan datang. Sehingga penting memperkenalkan literasi tentang kebudayaan maupun sejarah Lombok.

“Sejarah dan cerita seseorang menjadi besar atau kecil, adalah karena ditulis dan diceritakan. Jangan sampai orang orang besar yang memang besar dalam sejarah sesungguhnya, terkubur, hanya karena tidak ditulis dan diceritakan,” pesannya. (red)