1. Wartawan mempertimbangkan secara seksama manfaat sebuah pemberitaan bunuh diri. Kalau pun berita dibuat harus diarahkan kepada concern (kekhawatiran) atas permasalahan yang dihadapi korban, bukan justru mengeksploitasi kasus menjadi sebuah berita yang sensasional.
  2. Pemberitaan bunuh diri sebaiknya diletakan atau diposisikan sebagai isu kesehatan jiwa, bukan isu kriminalitas, karena faktor bunuh diri disebabkan bukan hanya karena faktor tunggal semata.
  3. Harus menyadari bahwa berita b unuh diri dapat menimbulkan traumatik kepada keluarga dan kerabat korban.
  4. Wartawan menghindari membuat stigma (pandangan negatif) kepada orang yang bunuh diri atau mencoba bunuh diri.
  5. Wartawan menghindari menyebut identitas pelaku dan juga lokasi bunuh diri secara jelas untuk menghindar aib dan rasa malu pihak keluarga korban. Identitas yang dimaksud adalah semua data diri korban yang memudahkan orang lain untuk melacak.
  6. Wartawan menghindari penyebutan lokasi bunuh diri korban seperti jembatan, tebing, gedung tinggi, untuk menghindari pengulangan kasus.
  7. Saat wawancara keluarga atau kerabat korban untuk menghindari traumatis keluarga atau kerabat korban.
  8. Dalam menayangkan gambar atau foto wartawan harus menghindari aksi tiruan yang membuat orang lain meniru aksi bunuh diri korban. Terlebh lagi korbannya adalah publik figur, artis, tokoh.
  9. Menghindari ekspos gambar, foto, video, suara, video korban bunuh diri dan aksi bunuh diri yang dapat menimbulkan traumatis orang yang melihat.
  10. Menghindari siaran langsung terhadap orang yang akan atau sedang bunuh diri.
  11. Menghindari penyiaran secara detail modus aksi bunuh diri, mulai dari cara, peralwatan, jenis obat atau bahan kimia yang digunakan, maupun teknis, termasuk info detail yang berasal dari dokter, kepolisian termasuk membuat sketsa dan bagan terkait hal tersebut.
  12. Menghindari pengambilan bahan beriita dari media sosial korban, baik foto, tulisan, suara dan video dari korban bunuh diri untuk membuat berita bunuh diri.
  13. Hindari berita ulangan terkait riwayat seseorang yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
  14. Wartawan menghindari membuat berita yang menggambarkan aksi bunuh diri akibat masalah pada korban sebaga sesuatu yang “alami” dan “dapat diipahami”, seperti karena kondisi ekonomi atau kesehatan, tujuan yang tidak tercapai, hubungan asmara yang kandas dan lainnya. Jangan menggambarkan aksi bunuh diri sebagai kondisi yang heroik.
  15. Hindari eksploitasi pemberitaan kasus bunuh diri, seperti mengulang-ulang menulis berita kasus bunuh diri yang terjadi atau yang pernah terjadi.
  16. Hat-hati menggunakan diksi dan istilah, menghindari penggambaran yang hiperbolik. Data statistik, harus diperlukan kehati-hatian dengan sumber yang jelas.
  17. Mengthindari memuat atau menayangkan berita bunuh diri di halaman depan, kecuali penulisan mendalam mengenai situasi kesehatan masyarakat dan bunuh diri hanya ditulis sebagai salah satu misal/contoh.
  18. Wartawan diperbolehkan menulis atau menyiarkan berita bunuh diri lebih detil dengan fokus pengungkapan kejahatan di balik kematian yang semula diiduga kasus bunuh diri, karena berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas.
  19. Jika memberitakan kasus bunuh diri, harus diikuti dengan panduan untuk mencegah pembaca, pendengar, pemirsa melakukan hal serupa, seperti referensi kepada kelompok, alamat, nomor kontak lembaga di mana orang-orang yang depresi atau berniat bunuh diri memperoleh bantuan (secara psikologis). Wartawan harus meminta para pakar profesional yang memiliki empati mencegah bunuh diri.
  20. Pemberitaan bunuh diri tidak boleh dikaitkan dengan hal-hal tahayul, gaib dan mistis.

Itu adalah 20 poin panduan bagi wartawan dalam menulis berita aksi bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Jika berita bunuh diri tidak memiliki manfaat bagi masyarakat luas, sebaiknya untuk dihindari menulis berita tersebut. (red)