KORANNTB.com – Direktur Utama PT. Artorius Telemetri Sentosa (Turbo Net) Anwari dilaporkan pencemaran nama baik oleh City Manager Citraland Surabaya, Nada Putri Parasti. Itu disebabkan oleh Anwari yang bertanya soal kasus hukum yang menimpa mantan suami Nada Putri Parasti.

Suami pelapor saat itu menjadi tersangka dugaan penggelapan dalam jabatan. Kasus tersebut ditangani Polsek Sukomanunggal Surabaya. Suami pelapor dijerat Pasal 374 KUHP tentang penggelapan uang dalam jabatan.

Hasil keterangan polisi, suami pelapor diduga menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp322 juta dan menurut informasi yang beredar, diduga uang tersebut untuk kebutuhan keluarga.

Anwari bertanya kepada seorang saksi perihal kasus yang menjerat suami pelapor. Saksi bernama Asep Fransetiadi menjawab tidak tahu perihal kasus tersebut.

Anwari kemudian bertanya lagi dengan kalimat; “Apa mungkin uang Rp 322 juta itu dipakai bu Nada untuk beli jabatan di Citraland?” Saksi kemudian bertanya maksud Anwari.

Isi chat WhatsApp tersebut dikirim ke 32 orang pengguna WhatsApp lainnya. Itu membuat Nada Putri Parasti berang dan melaporkan UU ITE.

Anwari dinyatakan terbukti bersalah mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan muatan dan muatan yang diatur dalam Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pada 7 Juli 2022 Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhi vonis 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Anwari. Lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Anwari melalui kuasa hukum mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi setempat pada 29 September 2022 memperkuat vonis pengadilan tingkat pertama.

Kini pada 17 November 2022 mereka mengajukan kasasi di Mahkamah Agung dengan nomor perkara 189/K/Pid.Sus/2023.

Disorot SAFEnet

Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet adalah organisasi regional yang berfokus pada upaya memerjuangkan hak-hak digital di kawasan Asia Tenggara.

“Selama lebih dari satu tahun perjalanan kasus ini berlangsung, pihak Pak Anwari sudah merasakan banyaknya dampak kerugian baik materil maupun immateril,” tulis SAFEnet.

Diterangkan perusahaan yang dimiliki Anwari yang bergerak pada bidang jasa provider internet mengalami banyak kerugian.

“Salah satunya pemutusan berlangganan oleh client yang bertempat di salah satu perusahaan properti yang di mana tempat tersebut merupakan tempat pelapor (Nada Putri) bekerja,” sambunya.

SAFEnet menyambut putusan yang akan dikeluarkan Mahkamah Agung. SAFEnet bersama The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) telah menyiapkan dokumen Amicus Curiae (sahabat pengadilan) yang di dalamnya telah terdapat landasan dan opini hukum terhadap putusan yang telah diterima Anwari.

Amicus Curiae di Indonesia memiliki dasar hukum Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Amicus Curiae merupakan pihak yang berkepentingan di persidangan sehingga dapat memberikan pendapat hukum kepada pengadilan. Akan tetapi Amicus Curiae hanya sebatas memberikan opini hukum bukan melakukan perlawanan atau memaksa hakim.

Kasus yang Sama

Kasus tersebut hampir sama dialami oleh seorang aktivis di Lombok, NTB, M. Fihirudin. Dia dijerat UU ITE karena bertanya melalui WhatsApp Grup.

Saat itu Fihirudin bertanya kepada Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda soal rumor ada tiga oknum dewan yang ditangkap atas dugaan mengonsumsi narkoba saat kunjungan kerja ke Jakarta, namun tiga oknum tersebut dibebaskan dengan membayar Rp150 juta per orang.

Rumor tersebut dibantah. DPRD NTB mengeluarkan somasi agar Fihirudin minta maaf di media. Namun karena tidak minta maaf, kasus tersebut dibawa ke Unit Cyber Crime Polda NTB. Fihirudin kemudian ditahan.

Kini kasusnya tengah berjalan di Pengadilan Negeri Mataram. Majelis hakim sebelumnya menangguhkan penahanan terdakwa dari tahanan Lapas menjadi tahanan kota. (red)