KORANNTB.com – Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI) telah mencabut izin PT FEC Shopping Indnesia (Future E-Commerce/FEC) karena diduga menghimpun dana masyarakat di luar dari izin usaha yang diterima.

Buntut dari pencabutan izin tersebut, kini banyak korban FEC yang mengaku dana miliknya tidak bisa ditarik dari aplikasi. Korban juga mengeluhkan tidak ada pertanggungjawaban pihak FEC.

Dari informasi yang diperoleh media ini, PT FEC Shopping Indnesia disahkan dan ditetapkan pada 17 Maret 2023 dengan SK Kemenkumham Nomor AHU-0021543.AH.01.01.TAHUN 2023 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perseroan Terbatas PT FEC Shopping Indnesia.

Direktur PT FEC Shopping Indnesia bernama Qingxiang Zhou dan komisarisnya bernama Junjie Lin. Keduanya memiliki masing-masing 5.000 lembar saham dengan nilai total saham masing-masing Rp5 miliar. Artinya perusahaan tersebut saat dibentuk memiliki modal Rp10 miliar.

Perusahaan tersebut berjenis PMA atau Penanaman Modal Asing.

Sudah ratusan orang mengaku menjadi korban FEC. Mereka tidak dapat menarik dana mereka melalui aplikasi FEC pasca pencabutan izin perusahaan tersebut. Banyak juga korban yang mengaku tidak bisa menarik dana mereka sejak Agustus lalu.

Pakar Hukum Universitas Mataram, Syamsul Hidayat mengatakan kepolisian seharusnya tidak perlu menanti laporan korban dalam kasus tersebut, Polisi dapat langsung menindak sebelum korban bertambah banyak.

“Kepolisian seharusnya nggak perlu menunggu laporan, agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar, soalnya sekarang alasan pihak FEC kenapa nggak bisa dilakukan penarikan keuntungan karena belum bayar pajak, nah korbannya dimintai untuk setor lagi untuk pajaknya agar bisa narik, ini kan kebohongan lagi untuk menutupi kebohongan sebelumnya,” katanya, Kamis 7 September 2023.

Dia mengatakan orang-orang di balik FEC bisa dijerat Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait berita bohong.

“Kasus ini kan bukan delik aduan tapi delik biasa, karena selain pasal 28 ayat (1) UU ITE, bisa juga diterapkan pasal 14 atau 15  UU Nomor 1 tahun 1946,” ujarnya.

“Jadi tidak perlu menunggu laporan. Laporan yang dirugikan bisa menyusul saat mengambil keterangan korban-korbannya jika sudah dilakukan tindakan oleh APH,” katanya.