“Dengan penerbitan PERMA-PERMA tersebut, dapatlah dikatakan bahwa secara kelembagaan MA telah siap melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai bagian dalam Penegakan Hukum Pemilu atau Electoral Law Enforcement,” kata TSB.

TSB yang juga Caleg DPR RI dari Partai Hanura menguraikan, selain kebijakan mengatur hukum acara pemilu, pada saat yang sama, MA  juga sudah menyiapkan hakim-hakim khusus dalam memeriksa, mengadili dan memutus sengketa proses pemilihan umum.  Hal tersebut sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 472 ayat (1) dan ayat (6) UU Nomor 7 Tahun 2017.

PERMA  No. 6 Tahun 2017 mengatur mengenai proses rekrutmen hakim-hakim yang akan menangani perkara-perkara sengketa pemilu.

“Perma tersebut menegaskan bahwa Hakim khusus TUN Pemilu adalah hakim yang ditunjuk oleh ketua MA atas usul ketua Pengadilan, setelah melalui pelatihan mengenai kerangka hukum pemilu, pembinaan mental dan telah memperoleh sertifikasi pengetahuan tentang Pemilu,” jelas TSB.

Hanya saja, papar TSB, ketidaktahuan dan ketidakpahaman para Peserta Pemilu, Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dan Pemantau Pemilu atas kewenangan MA dan PTUN, akhirnya menyebabkan Gagal Paham dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu.

“Dalam praktek penyelenggaraan pemilu, para peserta pemilu kerap kali tidak dapat membedakan apa saja yang menjadi kewenangan MA dan apa saja yang menjadi kewenangan PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu. Para peserta pemilu sejak semula sering keliru menggunakan forum dalam menyelesaikan permasalahannya, bahkan ada juga yang menggunakan forum MA atau forum PTUN pasca selesainya pemilu dilaksanakan,” paparnya.

Ia mencontohkan, kasus dalam pilkada ada yang mengajukan gugatan ke PTUN setelah MK memutus PHPU, dan ada juga yang mengajukan gugatan ke PTUN setelah pelantikan calon terpilih dilantik oleh kemendagri untuk bupati dan walikota atau presiden untuk gubernur.

Contoh lainnya lagi, orang perorangan atau sekelompok orang yang menggunakan forum PTUN untuk melakukan pengujian terhadap Pelanggaran Administratif Pemilu dengan mekanisme penyelesaian sengketa proses Pemilu.

Padahal, papar TSB, kerangka konsepsional PERMA Nomor 4 tahun 2017 sesungguhnya telah jelas mengatur Objek Permohonan PAP (TSM), Subjek Pemohon dan Termohon, Tenggang waktu pengajuan permohonan, alasan-alasan permohonan PAP (TSM) dan hal-hal yang dimohonkan PAP (TSM), Pengujian dan Registrasi Permohonan serta Pemeriksaan Persidangan.

MA juga memperluas Legal Standing dalam Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan yaitu Peserta yang lolos dan telah ditetapkan sebagai pasangan calon akan tetapi masih mempersoalkan pasangan calon lain, karena pasangan calon yang dimaksud tidak memenuhi syarat sebagai pasangan calon.